Saya politikus? Ha..ha..ha.. saya lebih suka disebut sastrawan mbeling yang memotret situasi di sekitar saya dalam bentuk tulisan....
Welcome to my blog, anyway!

Search This Blog

Thursday, February 15, 2007

JIKA PEMERINTAH TIDAK BISA MENGATASI BANJIR, APA YANG KITA BISA?

Tulisan ini tidak akan membahas mengapa banjir bisa terjadi, karena sudah terlalu banyak ahli dari berbagai disiplin ilmu yang membahas penyebab banjir itu, yaitu dua yang paling menonjol adalah, pengaturan daerah resapan hujan dan sistem drainase yang kacau. Tulisan ini pun tidak ingin membahas mengapa 2 hal penting itu bisa menjadi kacau selama puluhan tahun, karena itu sudah pasti karena sifat korup dan ketidakmampuan secara intelektual dari pejabat pemerintah.

Saya adalah salah satu korban banjir awal Februari 2007 ini. Saya tinggal di Bintara, perbatasan Jakarta dan Bekasi, tempat yang sudah saya pilih karena tidak pernah mengalami banjir, bahkan ketika banjir tahun 2002 melanda Jakarta dan sekitarnya. Namun ternyata banjir melanda daerah itu tanggal 2 Februari lalu…. Forum komunikasi warga di Internet (milis) di daerah Bintara ramai membicarakan apa yang menjadi penyebab banjir. Lagi-lagi mereka menyebut sebagaimana yang sudah disampaikan para ahli di berbagai media tentang penyebab banjir di Jakarta dan sekitarnya adalah 2 hal yang sudah disebut di atas.

Sebelum tahun 90-an dan sebelum perumahan-perumahan di bangun, (Griya Bintara Indah, Bintara Loka Indah, Pondok Cipta, Prima Bintara), daerah Bintara adalah daerah persawahan dan di sana ada sebuah danau besar yang kini sama sekali tidak terlihat bekasnya karena sudah ditimbun. Padahal danau itu pasti bisa menyelamatkan daerah Bintara dari luapan air hujan yang begitu deras awal Februari itu. Bukan hanya perumahan yang telah menimbuni danau itu, bahkan jalan tembus Gusti Ngurah Rai yang menuju ke Kranji Fly Over pun menimbun danau itu.

Kini, daerah Bintara menyalurkan atau membuang air hujan ke wilayah utara menyeberangi bawah rel KA (melalui gorong-gorong kecil). Padahal di wilayah itu ada perumahan Harapan Baru yang tentu saja menjadi banjir lebih parah karena menerima kiriman dari wilayah Bintara. Sementara itu, Bintara pun menerima banjir kiriman melalui sungai kecil dari arah perumahan Mas Naga di selatan. Hebat ‘kan? Situasi ini tentu menyimpan potensi konflik warga antar perumahan. Misalnya Harapan Baru bisa saja menutup saluran air dari Bintara agar tidak menerima banjir kiriman.

Karena tidak menyangka akan datangnya banjir dan tidak memiliki pengalaman dalam menghadapi banjir, banyak barang-barang di dalam rumah saya dan warga lainnya yang tidak bisa diselamatkan yang menyebabkan kerugian yang cukup mengganggu keuangan di hari-hari mendatang. Belum lagi kerugian waktu dan kehilangan rasa nyaman dan aman selama beberapa hari setelah banjir itu. Hingga sekarang, masih sulit untuk berkonsentrasi ke pekerjaan rutin. Jadi nggak produktif, nih!

Meski memiliki milis (http://groups.yahoo.com/group/Griya_Bintara_Indah), warga Bintara tidak mungkin memanfaatkannya untuk melakukan kordinasi untuk menghadapi banjir itu, apalagi jika datangnya tiba-tiba. Meski peringatan-peringatan akan banjir sudah diterapkan secara rutin, terutama menjelang datangnya musim hujan, namun tak seorang pun yang menduga banjir datang sedemikian besar hingga rata-rata setinggi di atas lutut. Hari itu, banyak warga yang sudah terlanjur berangkat menuju tempat kerja dan hampir semuanya tidak sampai di tempat kerja karena terjebak di jalanan. Tinggal istri dan anak-anak di rumah berjuang menyelamatkan barang-barang agar tidak rusak. Hanya dalam waktu dua setengah jam saja, air naik dengan cepat mulai jam 10:30 pagi hingga jam 13:00. Dalam waktu yang singkat itu dan rasa tidak percaya, tentu tidak banyak hasil dari usaha penyelamatan barang-barang itu.

Sekali lagi, penyebab banjir ini adalah bukan karena cuaca atau perubahan cuaca yang disebabkan oleh global warming misalnya, gravitasi bulan purnama, letak Jakarta yang rendah di bagian Utara dan Timur sebagaimana yang sudah disebutkan di berbagai media massa. Tetapi banjir ini karena salah urus oleh Pemerintah Provinsi dan Pusat. Banjir tidak akan terjadi atau tidak separah itu, jika ada cukup tanah untuk resapan air hujan dan ada sistem drainase yang tertata dengan baik.

Situasi ini tentu amat mengerikan, karena akan butuh waktu cukup banyak dan biaya yang besar untuk menyediakan daerah resapan air hujan. Begitu juga untuk menata kembali sistem drainase. Padahal cara kerja pemerintah ini begitu korup. Sementara itu menurut BMG, musim hujan belum selesai hingga April 2007 mendatang. Ditambah lagi “SIKLUS 5 TAHUNAN” (yang rajin digembar-gemborkan oleh pejabat pemerintah untuk “sembunyi-tangan” dari pekerjaan tololnya) yang sebenarnya tidak pernah ada, sehingga awal tahun 2008 depan bisa saja hujan deras akan kembali membanjiri Jakarta dan sekitarnya untuk menimbulkan penderitaan panjang lagi dan kehilangan produktivitas lagi. Entah mau jadi apa negeri ini jika terus diurus oleh para baboon.

Oleh karena itu secara individual, kita perlu mempersiapkan rumah kita masing-masing agar lebih tahan banjir. Cara termurah, untuk orang-orang seperti saya, adalah membuat tanggul di depan pintu-pintu rumah yang menghadap ke luar, serta meninggikan kamar mandi agar air dari luar tidak masuk melalui lubang saluran di sini. Tanggul di depan pintu depan rumah bisa disamarkan supaya tidak terlalu merusak pemandangan. Namun bagi yang memiliki kemampuan keuangan yang lebih besar tentu dengan meninggikan lantai dan atap bangunan dan bahkan dengan membuat lantai ke-2 untuk antisipasi banjir yang amat besar. Memiliki generator pembangkit listrik kecil tentu akan sangat berguna saat listrik dipadamkan oleh PLN untuk menghidupkan penerangan, alat komunikasi, alat penyimpan makanan, dan pompa air. Generator kecil ini seharga 1 jutaan sekarang.

Sedangkan secara bersama-sama dengan warga di setiap wilayah, paling tidak selingkup wilayah perumahan harus berkumpul untuk membicarakan persiapan yang perlu dilakukan dalam menghadapi musim hujan berikutnya. Meski sebuah wilayah tidak banjir, tetapi harus juga dipikirkan untuk tidak mengirimkan banjir ke wilayah lain. Untuk efesiensi, milis bisa digunakan untuk membicarakan soal ini dibanding melakukan pertemuan atau rapat.

Dalam kasus di perumahan saya, sistem peringatan dini menjadi prioritas pertama untuk dipikirkan. Dengan semua cara dan alat, sistem peringatan dini mesti disiapkan mulai dari lonceng atau kentongan hingga radio komunikasi dan SMS. Dengan peringatan dini ini, penyelamatan jiwa dan barang-barang bisa lebih awal dilakukan dan tidak tergesa-gesa.

Jika memungkinkan, dilakukan pengumpulan dana yang lebih besar untuk menyediakan peralatan yang akan berguna pada saat banjir dan menyediakan tempat evakuasi dan dapur umum serta MCK. Ingat, perumahan mewah seperti Kelapa Gading pun tidak luput dari banjir berhari-hari, bukan satu hari !!! Sehingga kita harus siap menghadapi yang terburuk untuk menyediakan alat-alat di bawah ini yang mungkin tidak perlu sekaligus, tetapi bertahap hingga mendekati Desember 2007.

1. Perahu karet – untuk evakuasi – untuk patroli – untuk distribusi peralatan atau logistik.
Lampu senter – biasanya listrik padam. 2. Persediaan air bersih selama 1 minggu – biasanya listrik padam dan PAM ikut mati. 3. Alat komunikasi – radio komunikasi – lonceng atau kentongan. 4. Pembangkit listrik cadangan untuk menghidupkan alat penyimpan makanan, pompa air, alat-alat komunikasi dan penerangan untuk keamanan. 5. Tempat evakuasi yang lebih tinggi dan tempat untuk menyelenggarakan dapur umum.

Yang terakhir namun tidak kalah pentingnya adalah, membentuk tim sukarelawan yang bukan hanya dibutuhkan di lingkungan sendiri, tetapi jika diminta oleh wilayah lain bisa bersedia membantu. Tim sukarelawan ini lah yang selalu tidak pernah didorong oleh pemerintah dalam setiap bencana yang terjadi di negeri ini. Padahal ada begitu banyak orang yang bersedia menjadi sukarelawan, namun tidak tahu harus kemana dan pemerintah kurang mampu mengkordinasikannya. Dalam setiap bencana, nampak pemerintah tidak tidak pernah menghimbau melalui media massa untuk mengundang sukarelawan. Padahal pemerintah tidak punya sumber daya yang cukup untuk mengatasi bencana. Lihat saja pasca banjir 2007 ini. Pemerintah kewalahan untuk membuang sampah, padahal banjir telah berlalu berhari-hari yang lalu.

Jadi bersiaplah menghadapi banjir berikutnya atau bencana lain yang kita tidak tahu dengan berkumpul bersama. Persiapan ini adalah untuk mengurangi dampak banjir yang parah dan agar kegiatan rutin bisa kembali pulih lebih cepat. Ingat, pemerintah tidak bisa diharapkan untuk membantu kita!

Jojo Rahardjo