Saya politikus? Ha..ha..ha.. saya lebih suka disebut sastrawan mbeling yang memotret situasi di sekitar saya dalam bentuk tulisan....
Welcome to my blog, anyway!

Search This Blog

Friday, December 17, 2010

THE GHOST WRITER; MENGUNGKAP PERAN CIA DALAM MENYIAPKAN PARA PEMIMPIN DI SEBUAH NEGARA

European Film Awards baru saja berlangsung beberapa hari yg lalu, tanggal 4 Desember 2010 lalu. Film berjudul “The Ghost Writer” karya director Roman Polanski memborong beberapa awards sekaligus, yaitu best movie, director, actor and screenplay.

Ini movie yg layak ditonton. Saya sudah pernah membuat movie review tentang film ini yang saya tulis 8 May 2010 lalu di blog saya http://jojor.blogspot.com/2010_05_01_archive.html . Di bawah ini saya tuliskan kembali review itu dengan banyak penambahan. Film ini saya tonton awal May 2010 lalu. Meski hari Sabtu, kursi penonton waktu itu terisi tak sampai seperempatnya, tidak seperti film “2012” yang bahkan harus antri untuk 2 pertunjukan berikutnya. Film ini, sebagaimana yang sudah saya baca reviewnya, adalah tentang kebusukan politisi, meski bisa juga film ini dilihat sebagai tentang ghost writer (penulis sebuah memoirs, namun namanya tidak dicetak). Tokoh utama dalam film ini adalah mantan British Prime Minister, Adam Lang. Menurut movie review yang dibuat oleh BBC tokoh Adam Lang ini adalah gambaran dari mantan British Prime Minister yang asli, yaitu Tony Blair. Saya kemudian kembali menonton film ini melalui DVD setelah membaca film ini memborong beberapa award sekaligus awal Desember 2010 ini.

Film ini sangat bagus menggambarkan betapa busuknya kehidupan politisi. Namun jangan lupa, kisah bagaimana ghost writer bekerja di dalam film ini juga menarik. Apa yang muncul (terutama) di media tentang kehidupan seorang politisi ternyata adalah palsu. Adam Lang yang charming, cerdas dan suka berakting pada masa mudanya telah didorong oleh CIA untuk memasuki dunia politik di Inggris. Kegilaan dunia politik ini digambarkan film ini dengan mengungkap perekrut utama Adam Lang untuk masuk ke dunia politik ternyata adalah Ruth yang agen CIA dan ternyata pula kemudian sekaligus menjadi istri Adam Lang sepanjang hidupnya dan sekaligus orang yang terus mengarahkan Adam Lang untuk tetap berada di dunia politik.

Satu kepalsuan dan kepalsuan lain dari seorang politisi digambarkan melalui proses pembuatan memoirs Adam Lang yang ternyata lebih banyak menyembunyikan kisah hidup yang sebenarnya dari Adam Lang. Bahkan dalam memoirs itu nama Ruth, istri Adam Lang hanya disebut 2 kali. Tujuannya adalah untuk menyembunyikan peran agen CIA (yaitu Ruth, istri Adam) dari gambaran kehidupan Adam Lang. Namun karena penasaran, sang ghost writer berhasil mengetahui jaringan kerja intelejen antar 2 negara ini.

Tentu kisah seperti ini amat menarik, karena terjadi di negara mana saja, apalagi di negara berkembang. “Politik itu busuk” memang juga terasa di Indonesia dan menjadi pertanyaan yg terus bergaung, yaitu mengapa banyak kebijakan politik yang terasa menguntungkan Amerika atau Negara-negara besar lain.

Film ini pada bagian awal sudah bersikap sinis terhadap dunia politik. Digambarkan melalui dialog antara ghost writer dengan agent-nya, Rick. Ketika itu Rick bertemu ghost writer (selanjutnya disebut the ghost) untuk menawarkan sebuah project, yaitu membuat politician memoirs dari Adam Lang. the ghost merasa aneh, karena ia bukan seorang yg dekat dengan dunia politik.

The ghost: But you realize I know nothing about politics?

Rick: You’ve voted for him, didn’t you?

The ghost: Adam Lang? Of course I did. Everyone voted for him. He wasn’t a politician, he was a craze.

Rick: Well, there you go. Look, it’s a new ghost writer he needs, not another god damn politico.

Meski akan direkrut sebagai the ghost untuk sebuah politician memoirs, the ghost, tetap bersikap tidak seperti politician, the ghost digambarkan bersikap lugu namun sinis dalam pertemuan dengan publisher dan wakil dari Adam Lang, yaitu pengacaranya.

CEO Rhinehart publisher: Perhaps you can enlighten us and tell us what exactly you’re gonna bring to this project.

The ghost: Nothing.

Rick (the ghost agent): …laughing…

The ghost: No. I’m not gonna pretend to be someone I’m not. You have my CV.

Percakapan terus berlanjut,

The ghost: I don’t read political memoirs. Who does? And I gather you’ve spent $10 million on this book. How much of that are you gonna see back? Two? Three? It’s bad news for your shareholders. And it’s worse news for your client, Mr. Kroll (Adam Lang’s attorney).

The ghost: Adam Lang, he wants a place in history, not in the remainder tables.

Roy (Other CEO publisher): Oh, please….

The ghost: It’s because I know nothing about politics that I’ll ask the questions that get right to the heart of who Adam Lang is. And that is what sells autobiographies. Heart!

Rick (the ghost agent): Wow! That’s nicely done….

The ghost kembali menunjukkan keluguan dan sekaligus kesinisannya ketika membahas memoirs yg akan dibuat itu dengan Adam Lang. The ghost tidak sengaja menggambarkan kehidupan seorang Prime Minister dengan pertanyaan: “How does it feel to be so hated”?

The ghost: This is the kind of details we need in the memoirs.

Adam: I couldn’t put that in. People would think I was a complete idiot.

The ghost: No, not at all. No, this show what it’s like being Prime Minister. That’s what the readers want to know. How does it feel to run a country? How does it feel to be so cut off? How does it feel to be so hated?

Adam: Thanks a lot (tersinggung).

The ghost: And so loved (cepat-cepat the ghost meneruskan dengan kalimat ini).

Lalu cerita berlanjut ke situasi krisis. Berita di berbagai media telah menyudutkan Adam Lang sebagai war criminal karena telah melakukan sesuatu yg menguntungkan CIA di masa ketika ia menjadi British Prime Minister. Bahkan International Court sudah siap akan memeriksanya. Adam panik dan harus segera menyiapkan statement. Adam teringat pada Mike, the ghost sebelumnya yg telah tewas karena kecelakaan. Mike biasanya menyiapkan statement dalam situasi PR crisis ini. The ghost sekali lagi mengajukan pertanyaan sinis: “Then what exactly are you?”

Adam: This is when we need Mike.

Adam’s secretary: I'll write something.

Adam’s wife: Let him do it (maksudnya the ghost).

Adam’s wife: He's supposed to be the writer.

The ghost: Hang on a minute.

Adam: I should sound confident. Not defensive, that'd be fatal. But I shouldnt be cocky. No bitterness, no anger, and dont say Im pleased at this opportunity to clear my name or any balls like that.

The ghost: So, youre not defensive, but youre not cocky, youre not angry, but youre not pleased?

Adam: Thats it….

The ghost: Then what exactly are you?

Adam: …laughing…

Dalam sebuah pertemuan rahasia antara the ghost dengan mantan British Foreign Secretary, yang menjadi lawan Adam dan tentu sekaligus pencerca Adam mengatakan di bawah ini. Percakapan ini adalah mengenai bagaimana Adam direkrut oleh CIA pada saat ia masih sangat muda di tahun 1974 yg kemudian dengan cepat meluncurkan namanya di dunia politik berkat bantuan teman-teman CIA-nya.

“This is explains why Lang went into politics.

Everyone knows he didn’t have a political thought in his pretty little head.

This is why he rose so quickly, with a little help from his friends.

Name one decision Lang made in 10 years as Prime Minister which wasn’t in the interests of the USA?

Well, come on, it’s not a trick question.

Iraq, Middle East policy, Star Wars defense, buying American nuclear missiles, support of terrorist rendition.”

Bagian akhir film ini ditutup dengan sebuah kalimat:

“Lang’s wife, Ruth was recruited as a CIA agent by Proffesor Paul Emmett of Harvard University”. Kalimat itu menjadi penting karena menggambarkan bagaimana karir politik Adam Lang berawal dan sekaligus menjelaskan kebijakan-kebijakan politik luar negeri yang dibuatnya selama menjadi Prime Minister yg telah menguntungkan kepentingan Amerika.

Film ini penting sekali ditonton oleh semua orang, terutama para pemilih, bukan para politician, karena politician pasti membenci film ini. Jangan gampang tertipu oleh politician sebagus apa pun nampaknya atau citranya. Contoh itu sudah diberikan oleh SBY sejak tahun 2004 lalu hingga sekarang. Banyak orang mengira SBY adalah calon yang bagus untuk menjadi presiden Republik Indonesia. Sekarang semua orang kecewa. Bahkan yg mengejutkan dalam bocoran Wikileaks nama SBY disebut-sebut lebih disukai oleh Washington sebagai calon presiden di tahun 2004 lalu. Apakah SBY juga disupport oleh CIA melalui kakitangannya? Anda lebih tahu jawabannya.

Film ini juga membuat sebuah gambaran tentang bagaimana CIA sudah beroperasi puluhan tahun yg lalu untuk menyiapkan para pemimpin di negara-negara lain, termasuk Inggris. Calon yg sudah digarap puluhan tahun lalu ini pun akan memberikan sumbangsih yg besar pada kepentingan Amerika setelah ia terpilih menjadi, presiden, prime minister atau pemimpin apa saja di sebuah negera. Film ini adalah sebuah peringatan bagi kita tentang siapa saja di Indonesia yg sudah digarap oleh CIA melalui kakitangannya yang berada di mana-mana dan bisa menjadi siapa saja. Kita juga perlu waspada dengan orang-orang yang karirnya di dunia politik begitu cepat meroket dan siapa saja yang begitu cepat sukses dalam usahanya, terutama usaha yang bisa berkaitan dengan dunia politik.

Jojo Rahardjo.

http://jojor.blogspot.com/

facebook.com/deepthroatdeepthroat

Friday, November 26, 2010

HARI GURU DAN KELAS KHUSUS




Entah sudah berapa tahun ini terjadi, namun saya baru menyadarinya 3 tahun lalu.

Tiga tahun lalu, Putri (sebut saja begitu), anak seorang teman saya yg baru saja lulus SMP, memasuki sebuah SMA swasta di Jakarta yang dikelola oleh sebuah yayasan dari satu angkatan di TNI. Melalui sebuah test yang diadakan sekolah itu, Putri ternyata tergolong anak cerdas dan dinilai mampu mendapatkan pelajaran yang lebih banyak dan lebih sulit, sehingga ia ditawarkan untuk masuk ke kelas khusus di sekolah itu. Di kelas khusus itu, Putri dan teman-temannya akan memperoleh guru khusus, pelajaran khusus, cara belajar yang khusus, bahkan juga alat bantu khusus. Tidak itu saja, tetapi ia pun ditawarkan untuk mendapat potongan biaya sekolah hingga separuhnya. Tentu saja itu berita gembira bagi Putri dan keluarganya. Setelah hampir 3 tahun berlalu, ternyata test yang dilakukan sekolah itu cukup akurat, Putri berhasil terus berada di kelas khusus itu hingga di kelas 3.
Baguskah itu? Tentu bagi Putri dan teman-temannya yang di kelas khusus, privilege ini bukan masalah, bahkan bisa menjadi kebanggaan. Namun bagi teman-teman lain yang tidak di kelas khusus di sekolah itu, perbedaan perlakuan itu di sekolah yang sama tentu menjadi soal yang serius yang tidak mereka sadari. Sekolah dan orang tua seharusnya menjadi berkewajiban secara khusus berupaya untuk terus menerus memberikan kesadaran pada siswa yang berada di kelas biasa itu, bahwa masa depan mereka tidak ditentukan oleh kelas biasa atau kelas khusus. Itu penting untuk diingatkan, agar mereka tidak mengalami syndrome rendah diri karena berada di kelas biasa.
Nilai bagus di sekolah memang bukan ukuran untuk menilai orang apalagi di masa depannya. Sebagai contoh, saya lulus SMA di era tahun 80-an dan beberapa tahun terakhir ini bertemu lagi dengan beberapa teman-teman lama dari masa SMA. Ternyata mereka yang dulu tergolong memiliki nilai-nilai bagus (saya tidak menyebut pintar) di sekolah, sekarang hanya sedikit sekali yang “berhasil” dalam hidupnya. Justru teman-teman yang memiliki nilai biasa, malah bisa “berhasil” sekarang. Tentu ini bukan sebuah kesimpulan tentang hubungan antara nilai di sekolah dengan tingkat berhasilan hidup di masa depan. Namun daripada membebani anak atau siswa dengan target nilai di sekolah yang tinggi, lebih baik membekali mereka dengan apa yang bakal mereka hadapi di masa depan, karena menghadapi masadepan ternyata tidak diajarkan di sekolah dulu hingga sekarang.
Kemudian, pertengahan tahun ini saya terkejut mendengar seorang teman lain bercerita, bahwa ia baru saja mendaftarkan anaknya di sebuah SMP Negeri di Jakarta, namun ia harus merogoh dalam-dalam kantongnya karena ia harus membayar ke sekolah itu hampir 5 juta Rupiah. Padahal seharusnya bersekolah di sekolah negeri seharusnya gratis. Ternyata setelah ia bercerita lebih jauh lagi, anaknya telah melalui sebuat test yang diadakan sekolah itu (padahal sebuah sekolah negeri dilarang melakukan test masuk) dan hasil test itu menggolongkan anaknya sebagai “anak pintar”, sehingga perlu masuk ke kelas khusus sebagaimana Putri 3 tahun lalu. Namun bedanya, di sekolah ini ada tambahan biaya sekolah, karena Pemerintah sebenarnya sudah menyediakan biaya bagi setiap anak, kecuali jika Sekolah mengadakan kegiatan atau program lain. Sehingga menurut sekolah ini, tentu diperlukan biaya tambahan untuk bisa menyelenggarakan kelas khusus yang katanya akan ada guru khusus, pelajaran khusus, metoda belajar khusus, bahkan hingga alat bantu khusus dan lain-lain yang khusus. Sayang sekolah itu nampaknya hanya sekedar mencari jalan untuk mengeruk uang dari siswa, karena nampaknya perlu sebuah audit keuangan terhadap program kelas khusus itu yang setelah hampir 6 bulan ini tidak menunjukkan hasil belajar yang menonjol. Contohnya pengajaran bahasa Inggris yang guru dan alat bantunya yang ternyata tidak khusus dan bahkan tidak menghasilkan prestasi yang menonjol.
Modus kelas khusus ini ternyata sudah marak di mana-mana, setidaknya di Jakarta saja. Padahal, selain modus ini adalah sebuah cara licin untuk mengeruk uang siswa, modus ini juga menghasilkan dampak yang tentu buruk bagi siswa lain di kelas biasa. Sayang pemerintah belum peduli dengan soal ini dan kebanyakan orang tua tidak cukup pintar untuk menghindari jebakan kelas khusus ini. Padahal juga, pemerintah sebenarnya tidak menghargai proses pendidikan di sekolah. Itu terlihat dari kebijakan Ujian Nasional, yang hanya menghargai 3 mata pelajaran saja. Mata pelajaran lain tidak berharga, apalagi proses belajarnya atau interaksi siswa dengan guru atau dengan siswa lainnya.
Mestinya orang tua belajar dari Seto Muljadi pakar mengenai anak yang tidak menyekolahkan anak-anaknya, tetapi memberikan program home schooling. Sayang Seto Muljadi tidak mau berperang dengan mitos yang sudah berurat-berakar di mana-mana, yaitu lembaga sekolah itu penting.
Selamat berhari guru! Semoga Indonesia tidak terus dipimpin oleh para sontoloyo baik yang di Istana maupun yang di Senayan atau di mana saja!
Jojo Rahardjo

Saturday, October 30, 2010

HATI-HATI DENGAN ASURANSI KENDARAAN JAYA PROTEKSI

Saya kecewa dengan Asuransi Jaya Proteksi. Klaim penggantian kaca jendela depan yang saya ajukan hari Senin siang 25 Oktober 2010 baru selesai hari ini, Sabtu 30 Oktober 2010 (No. Polis 02.01.10.018050).

Mungkin saya tidak keberatan jika saya diberitahu sejak awal, bahwa proses penggantian kaca yang begitu sederhana itu bisa memakan waktu 5 hari lebih. Namun tidak ada informasi mengenai itu, sehingga saya harus menghubungi berkali-kali cabang Jaya Proteksi yang di Kelapa Gading Boulevard dan bengkel Top Motor (rekanan Jaya Proteksi) di Sunter Kemayoran. Bahkan saya sudah mengirim 2 fax supaya saya menjadi jelas tentang kapan kendaraan saya ditangani. Kaca jendela adalah penting sekali pada sebuah kendaraan, sehingga saya berharap supaya bisa cepat ditangani. Sayang sekali, ternyata Jaya Proteksi ternyata tidak menerapkan standar penanganan klaim yang baik.

Kekecewaan saya semakin besar, karena pihak bengkel juga tidak terlihat mau kooperatif. Jika saya telpon, mereka seperti terganggu, padahal itu hak saya untuk menanyakan kapan kaca jendela saya akan tersedia, begitu juga kapan kaca film akan dipasang.

Saya sungguh tidak mengerti, bagaimana sebuah kordinasi begitu amat kacaunya (antara Jaya Proteksi, bengkel, dan supplier) untuk memasang sebuah kaca jendela dengan kaca filmnya? Klaim sudah saya ajukan hari Senin siang, dan hari Senin itu juga saya ke bengkel untuk memberikan surat (SPK?) dari Jaya Proteksi. Setelah menelpon berkali-kali, kaca jendela dipasang hari Kamis, sedangkan kaca film baru terpasang pada hari ini, Sabtu. Itu pun berkat komunikasi saya dengan pihak supplier (Ibu Nana, Toko Maju Mandiri kebetulan adalah supplier yang baik).

Selain merasa tidak nyaman, saya pun kehilangan banyak waktu, karena harus terus berkomunikasi dengan Jaya Proteksi dan Bengkel sepanjang hari Selasa hingga Jumat. Karena saya merasa dirugikan, maka saya harus mengingatkan orang-orang di berbagai media agar mempertimbangkan apa yang saya alami ketika memutuskan membeli asuransi kendaraan, terutama Jaya Proteksi.

Thursday, October 21, 2010

INFRASTRUKTUR DAN KORUPSI












Pagi ini kendaraan saya kembali tersungkur di sebuah lubang yang dalam. Suaranya keras sekali, braak! Lubang itu berada di jalan raya Cilincing menuju Cakung. Ini bukan yang pertama kalinya kendaraan saya tersungkur di lubang. Banyak lubang menganga di sepanjang jalan Cilincing-Cakung dan arah sebaliknya. Lubang ini juga membahayakan kendaraan roda dua. Sudah tak terhitung berita mengenai kecelakaan kendaraan roda yang menewaskan pengendaranya di berbagai media, baik cetak maupun elektronik. Bahkan jalan ini adalah jalur transportasi barang dari pelabuhan Tanjung Priok menuju jalan tol untuk menuju Jawa Barat, Tengah dan Timur. Artinya ini jalur yang penting untuk sebuah kegiatan ekonomi di pulau Jawa. Gilanya, lubang itu tidak hanya berada di jalan biasa, tetapi juga tidak terkecuali di jalan tol bebas hambatan Jakarta Outer Ring Road (JORR) TanjungPriok-PondokIndah-Bintaro. Padahal Toll JORR itu tidak gratis, malah selalu naik, meski sudah terlalu mahal. Lubang-lubang ini selain mengganggu kenyamanan, juga membahayakan truk-truk yang membawa beban sangat berat.

Saya sudah menulis beberapa tulisan mengenai ini. Begitu juga sudah tak terhitung orang yang menulis soal ini atau sudah tak terhitung media yang menjadikan ini sebagai tajuk utama atau laporan utama, baik di media cetak maupun elektronik. Namun ternyata demokrasi atau kebebasan berekspresi sekalipun tidak menjadikan infrastruktur di negeri ini menjadi lebih baik.

Andai saja, negeri ini memiliki presiden yang membenci korupsi dengan amat sangat, tentu lubang di jalan ini tidak akan ada. Kondisi infrastruktur yang tidak memadai ini, tentu disebabkan oleh korupsi yang berurat-berakar di negeri ini. Bagaimana mungkin presiden mau dan bisa memberantas korupsi , jika biaya kampanyenya berasal dari korupsi? Karena korupsi pasti saling kait mengkait. Jika yang di atas korupsi, maka yang di bawahnya pasti terkena cipratannya. Jika yang di bawah korupsi, maka yang di atas harus mendapat upeti. Korupsi itu pasti berjamaah, hingga mereka pun saling dukung-mendukung dan saling melindungi antar sesama koruptor. Begitu juga presiden yang lahir dari hasil korupsi, pasti pendukungnya adalah koruptor. Sebaliknya, mana mungkin presiden memberantas koruptor yang menjadi teman pendukungnya yang koruptor juga.

Saya jadi teringat pada Susno Duadji ketika menjabat sebagai Kapolda Jabar beberapa tahun lalu. Meski banyak yang pesimis ketika ia meminta anak buahnya untuk menandatangani kontrak untuk tidak korupsi, namun saya melihatnya sebagai sebuah terobosan atau sebuah cara yang praktis namun sungguh-sungguh untuk memberantas korupsi. Langkah Susno ini waktu itu, pasti membuatnya berada pada posisi sulit untuk melakukan korupsi, begitu juga anak buahnya.

Pemberantasan korupsi memang tidak bisa hanya dengan diam saja, menunggu atau mengandalkan sistem hukum yang ada, karena korupsi adalah sebuah perilaku yang berawal dari watak orang yang tersesat (dalam memandang kehidupan ini) yang saling menular hingga ukuran moral pun berubah di negeri ini. Seorang pemimpin dengan situasi seperti ini dituntut untuk mampu memberikan sangsi sosial dan sangsi moral kepada anak buahnya agar menjadi sistem anti korupsi yang tidak tertulis. Salah satu caranya adalah dengan berkoar-koar kepada anak buahnya bahwa korupsi adalah sebuah perbuatan yang sangsinya adalah pemecatan tanpa menunggu proses hukum. Langkah Susno ini tentu membuat orang terus mengukur tindakannya. Susno tentu bukan orang suci atau orang yang bersih dari segala kesalahan, namun sejarah akan mencatat, bahwa ia adalah salah satu orang yang mencoba memberantas korupsi secara sungguh-sungguh di negeri ini, tidak seperti presiden negeri ini yang personalitynya lebih mirip seorang banci.

Jadi kapan infrastruktur di Indonesi menjadi baik? Mana gua tau!

EAT PRAY LOVE, bukan The Stranger, bukan Last Tango in Paris, bukan pula The War of the Roses




Film ini tidak dibuka dengan pemandangan pantai atau tempat-tempat wisata dimana turis mancanegara banyak berkeliaran, tapi dibuka dengan pemandangan sawah-sawah di desa Ubud, sebuah tempat di pulau Dewata, Bali. ELizabeth Gilbert (Julia Roberts) nampak mengayuh sepeda di sebuah jalan kecil yang membelah sawah-sawah itu. Kemudian Julia Robert berhenti di depan sebuah rumah khas Bali dan memarkir sepedanya. Rumah itu berada di sebuah jalan kecil yang sepi dan bentuk pagar batu rumah itu sangat khas Bali, dengan gapura kecil dan undak-undakan. Di adegan ini saya menarik nafas panjang. Tiba-tiba saya juga ingin berada di sana, berada di suasana spiritual yang dulu pernah saya rasakan beberapa tahun yang lalu, berjalan di jalan-jalan kecil yang jauh dari keramaian wisatawan. Saya ingin lagi menatapi bagian pagar batu rumah-rumah Bali itu. Saya bahkan ingin menatapi undak-undakannya, menatapi kekhasannya. Saya suka detil pagar rumah orang Bali. Pagar batu itu membuat saya juga ingin lagi menatapi orang-orang Bali melakukan ritualnya di pagi hari.

Saya harus tegaskan, saya suka bagian awal dari film ini. Ini film kedua tentang penulis yang saya tonton di tahun 2010, setelah Ghost Writter. Meski demikian film ini bukan tentang profesi menulis, tetapi tentang "perjalanan spiritual" seorang penulis Amerika. Setelah ternganga dengan pemandangan desa Bali di bagian awal, saya kemudian berharap film ini akan terus bernuansa spiritual Bali seperti ini, bukan bernuansa Bali yang hiruk pikuk dengan wisatawan dari seluruh dunia yg bertelanjang baju di jalan-jalan Kuta. Namun, film ini lebih dari separuhnya bersetting di beberapa tempat di dunia, yaitu Amerika, Italy, India dan Bali. Bali menjadi bagian awal dan akhir film ini. Dua jempol saya berikan buat film ini karena bagus menyajikan pemandangan di Italy, India dan Bali. The scenery is breathtaking, karena mampu menonjolkan apa yang memang menjadi ciri khas kota-kota itu, misalnya pemandangan khas kota-kota di India yang kumuh namun melahirkan spiritualisme universal dan pemandangan gerakan tangan khas orang-orang Italy ketika berbicara.

Namun sayang menurut saya film ini gagal menggambarkan keterasingan Liz dari dunia yg seharusnya bisa menjadi miliknya. Film yang diangkat dari sebuah buku memoir (2006) berjudul sama oleh dan tentang ELizabeth Gilbert, bahkan ber-happy-ending. Sebuah ending yang klise (mungkin di memoirnya memang begitu). Liz di Bali digambarkan menemukan apa yang dicari dalam hidupnya, yaitu "balance". Namun nampaknya film ini memang hanya untuk memenuhi kerinduan penonton pada Julia Roberts ketika bermain di Pretty Woman, sedangkan saya berharap menonton Julia Roberts ketika bermain di Erin Brokovich.

Saya belum membaca memoirnya, namun sebaiknya film ini juga menonjolkan tentang keterasingan Liz yang tidak dapat dijelaskan. Mungkin untuk itu diperlukan seorang sutradara khusus. Ini memang bukan film untuk yang menyukai "spritualisme yang dalam" atau film yang penuh adegan konflik kejiwaan atau dialog-dialog spiritual.

Saya membayangkan film ini bisa lebih baik untuk saya jika film ini bisa menorehkan luka pada penontonnya. Luka yang membuat penonton tidak berhenti merenung-renung tentang makna hidupnya, namun kemudian di bagian akhir tidak juga menemukan apa yang dicarinya. Saya tentu berharap ini film tentang The Stranger (novel oleh Albert Camus, 1942) dalam versi popnya atau film seperti Last Tango in Paris (Marlon Brando, 1972). Bahkan sejauh yang saya ingat The War of the Roses (Michael Douglas, Kathleen Turner, and Danny DeVito, 1981) jauh lebih baik menggambarkan keterasingan istri terhadap suaminya.

Jojo Rahardjo