Saya politikus? Ha..ha..ha.. saya lebih suka disebut sastrawan mbeling yang memotret situasi di sekitar saya dalam bentuk tulisan....
Welcome to my blog, anyway!

Search This Blog

Thursday, May 20, 2010

ARUMI KABUR


Belum lama ini saya mengunjungi seorang kerabat yang sudah tua yang tinggal di Bandung. Di dalam tradisi Indonesia, ia disebut kakek saya dan ia berumur kira-kira lebih dari 85 tahun. Meski ia fasih berbahasa Sunda dan dipanggil Aki Tedja, namun sebenarnya ia tidak berasal dari Bandung. Ia hanya menghabiskan sisa sebagian besar umurnya di Bandung. Kisah Aki Tedja bermula puluhan tahun yang lalu, ketika ia masih remaja berumur 15 tahun. Menurut kisah yang disampaikan kepada saya oleh orang-orang yang lebih tua 1 generasi di atas saya, Aki Tedja meninggalkan rumahnya di Cirebon tanpa pamit dan tentu saja tanpa memberitahukan tujuannya. Aki Tedja sebenarnya lahir di Indramayu dengan nama Wartedja. Karena yatim piatu, ia dibesarkan oleh kerabatnya di Cirebon. Masih menurut cerita yang disampaikan oleh kerabat saya, Aki Tedja kabur setelah dimarahi oleh orang-orang yang membesarkannya. Sebenarnya ia hanya dimarahi, bukan dipukuli atau dianiaya, namun memang tidak gampang untuk memahami perasaan orang atau anak. Barangkali itu sebabnya Undang-undang Perlindungan Anak (UUPA), bahkan mewajibkan orangtua atau wali anak untuk memberikan lingkungan yang sehat dan tepat untuk tumbuh dan berkembangnya anak. Puluhan tahun setelah Aki Tedja kabur, beberapa keponakannya yang dulu berumur sekitar 7 tahun menemukannya kembali di Bandung ketika Aki Tedja telah pensiun dari Angkatan Darat. Ternyata Aki Tedja kabur dan kemudian menjadi tentara. Mungkin kisah kaburnya Aki Tedja adalah kisah kaburnya seorang anak yang berakhir baik, bukan berakhir bencana. Aki Tedja tentu ketika remaja adalah seorang anak yang baik. Sebagai buktinya, banyak keponakannya yang merindukannya dan sekarang rajin mengunjunginya saat Aki Tedja kini telah uzur.

Siapa yang tidak pernah kabur dari rumah?

Dari pengamatan sekilas, barangkali 1 dari 10 orang yang saya kenal pernah kabur dari rumah ketika remaja. Penyebabnya rumit dan sering tidak terduga. Saya pun pernah kabur dari rumah. Penyebabnya sering karena perasaan tidak nyaman yang terjadi untuk waktu yang lama atau bertahun-tahun. Ketidakmampuan berkomunikasi yang baik antar anak dan orangtua membuat anak cenderung untuk berpikir bahwa tidak ada pilihan lain kecuali kabur. Orang tua cenderung bersikap memaksa untuk urusan tentang benar atau salah. Jarang orangtua mengakui kesalahan yang dibuatnya, sehingga anak pun cenderung untuk tidak mau disalahkan.

Kabur dari rumah adalah kisah klasik. Kisah yang sudah terjadi sejak dulu sekali. Begitu juga ketika Arumi kabur. Kisah Arumi yang baru berumur 16 tahun menjadi ramai karena Arumi memang seorang artis terkenal. Namun kisah Arumi kabur menjadi menarik bagi saya karena kaburnya Arumi berbeda dengan kaburnya remaja yang lain. Tempat yang pertama kali didatangi oleh Arumi adalah kantor polisi. Konon, polisi lah yang kemudian meminta Komnas Perlindungan Anak dan Kak Seto untuk membantu menangani kasus Arumi ini. Sejauh ini memang tidak ada penganiayaan yang diderita oleh Arumi yang dilakukan orangtuanya atau pun anggota keluarga yang lain. Namun menjadi jelas terutama di media televisi tentang bagaimana sebenarnya orang-orang di sekitar Arumi memperlakukannya. Nampaknya Arumi telah dieksploitasi oleh keluarga untuk menjadi sapi perahan, baik untuk menghasilkan uang, mau pun untuk mendapatkan popularitas. Menurut keluarga (termasuk juga yang bukan keluarga inti), apa yang sudah dijalankan (yaitu menjadi artis yang bekerja siang dan malam, bahkan hingga pagi) oleh Arumi adalah sesuatu yang baik dan akan diteruskan meski harus dengan pemaksaan terhadap Arumi. Keluarga Arumi gagal menangkap apa yang sebenarnya diinginkan Arumi atau apa yang menurut Arumi baik untuk dirinya sendiri. Keluarga dan Arumi gagal berkomunikasi.

Bahkan setelah Arumi kabur pun, keluarga masih menjalankan komunikasi yang buruk dengan Arumi. Keluarga, bahkan seenaknya melecehkan beberapa pemikiran-pemikiran Arumi, misalnya tentang siapa teman yang boleh dipilih oleh Arumi. Keluarga bahkan dengan sembrono membiarkan adik Arumi yang masih berumur 14 tahun untuk mencaci teman yang telah dipilih Arumi di depan media. Padahal Arumi dalam wawancara-wawancara jauh sebelum ia kabur, tidak pernah berbicara buruk tentang keluarganya. Bahkan Arumi menunjukkan tidak ada apa-apa di dalam keluarganya.

Tentu saja itu membuat Arumi melihat tidak adanya perubahaan yang berarti setelah ia kabur. Keluarga tetap berpikir bahwa yang benar adalah keluarga, Arumi hanya terpengaruh oleh orang-orang luar atau Arumi belum cukup pintar untuk memiliki pemikiran sendiri.

Arumi ternyata anak yang cerdas dan tidak terlihat oleh keluarganya. Kaburnya Arumi bagai guntur bagi siapa saja yang mengenal Arumi, karena tiba-tiba Arumi berubah total. Kemarin, 19 Mei, Arumi menolak kunjungan keluarganya di tempat pelariannya dengan memberikan selembar kertas bertulisantangan Arumi sendiri yang kira-kira berisi seperti ini.

“Saya tidak mau keluar (maksudnya dari kamar) dan saya tidak mau bertemu (maksudnya tidak mau bertemu utusan keluarga), karena belum ada kesepakatan. Jangan paksa saya atau saya akan mengambil jalan lain”.

Good luck, Arumi!

Sunday, May 09, 2010

STATUS FB dan KARYA SASTRA

Albert Camus dari Wikipedia


Sebenarnya setiap hari saya menulis. Sayang tidak semua tulisan saya itu bisa saya tampilkan di sini, karena beberapa alasan. Tidak semua tulisan saya itu menggambarkan diri saya, meski demikian sejauh ini belum ada yang memintuntuk tujuan kriminal yang tentu akan saya tolak.

Sudah tiga minggu setelah saya kembali memiliki FB Account. Dan dalam tiga minggu ini tidak banyak status yang saya buat. Mungkin cuma tiga status saja. Saya tidak tahu harus menulis apa di tempat yang hanya bisa memuat beberapa kata itu.

Sebenarnya hampir setiap hari muncul beberapa gagasan untuk menjadi tulisan. Sayang tidak tiap hari pula saya bisa mewujudkannya menjadi tulisan. Padahal beberapa tulisan seperti film review ditulis dengan cara mengalir saja. Hanya setelah film review itu selesai, saya melakukan riset sedikit agar tidak ada data atau fakta yang salah. Idealnya saya membuat sebuah film review untuk setiap film yang saya tonton. Meski film itu jelek, saya yakin bisa menjadi tulisan yang menarik, karena mengungkap kesalahan-kesalahan yang dibuat film itu.

Kembali ke FB status. Saya baru saja melihat sebuah status teman saya. Isinya cuma keluhannya tentang seorang yang dikenalnya. Statusnya tidak kasar. Pilihan katanya bagus dan menggambarkan suasana hatinya dengan baik. Namun bagi saya isi status itu terlalu dangkal. Tidak menginspirasikan kebaikan atau sesuatu yang besar.

FaceBook sejak saya kenal lebih dari setahun yang lalu sebenarnya telah menyegarkan ingatan saya pada sebuah buku sastra yang saya baca di awal tahun 80-an, yaitu "Orang Asing" atau L'Étranger dalam bahasa aslinya, karya Albert Camus. Buku ini adalah sebuah novel yang bernuansa filsafat. Kata-kata dan kalimat di dalam novel ini mengalir lugas sekaligus absurd, namun memiliki kedalaman berpikir yang luar biasa. Novel ini telah merubah banyak cara berpikir saya di tahun 80-an itu. Sedangkan membaca FB Status sering hanya membuat saya dongkol, karena kemana aja sih para penulis status FB ini selama ini? Apakah mereka tidak pernah membaca satu saja karya sastra supaya statusnya agak lumayan?

Saya pernah membaca sebuah tulisan yang menyatakan revolusi di Indonesia dulu bisa terjadi berkat adanya karya-karya sastra Indonesia yang dibaca secara luas oleh masyarakat Indonesia. Melalui karya-karya sastra ide-ide besar tentang kemanusiaan, bangsa, kemerdekaan, dan negara disebarkan ke dalam benak banyak orang. Pendidikan hanya bagian dari sastra untuk terbangunnya dan tersebarnya ide-ide besar tentang kemanusiaan itu dan seterusnya.

Sekarang, jika premis itu benar, saya tidak melihat dalam 2 dekade terakhir ini karya-karya sastra besar yang bisa menghancurkan watak korup bangsa ini. Tidak heran jika FB Status yang saya baca hanya bikin saya dongkol. Tidak heran jika korup menjadi watak paling menonjol dari yang disebut orang Indonesia. Tidak heran jika kita diwakili dan dipimpin oleh para baboon sialan.

Saturday, May 08, 2010

GHOST WRITER, TENTANG BUSUKNYA POLITISI


Dua Sabtu yang lalu, saya menonton sebuah film berjudul “Ghost Writer”. Kursi penonton terisi tak sampai seperempatnya, tidak seperti film “2012” yang bahkan harus antri untuk 2 pertunjukan berikutnya. Film ini, sebagaimana yang sudah saya baca reviewnya, adalah film karya Roman Polanski tentang kebusukan politisi, meski bisa film ini dilihat sebagai tentang ghost writer (penulis sebuah memoirs yang sebenarnya, namun namanya tidak dicetak). Tokoh utama dalam film ini adalah mantan British Prime Minister, Adam Lang. Menurut BBC tokoh Adam Lang ini adalah gambaran dari mantan British Prime Minister yang asli, yaitu Tony Blair.

Film ini sangat bagus sekali menggambarkan betapa busuknya kehidupan politisi. Tapi jangan lupa, kisah bagaimana ghost writer bekerja di dalam film ini juga menarik. Apa yang muncul di (terutama) media tentang seorang politisi ternyata adalah palsu. Adam Lang yang charming, cerdas dan suka berakting pada masa mudanya telah didorong oleh CIA untuk memasuki dunia politik di Inggris. Kegilaan dunia politik ini digambarkan film ini dengan mengungkap salah satu perekrut Adam Lang untuk masuk ke dunia politik adalah Ruth yang kemudian menjadi istri Adam Lang sepanjang hidupnya.

Satu kepalsuan dan kepalsuan lain dari seorang politisi digambarkan melalui proses pembuatan memoirs Adam Lang yang ternyata lebih banyak menyembunyikan kisah hidup yang sebenarnya dari Adam Lang. Bahkan dalam memoirs itu nama Ruth, istri Adam Lang hanya disebut 2 kali. Tujuannya adalah untuk menenggelamkan peran Ruth yang agen CIA itu dalam kehidupan politik Adam Lang di Inggris. Namun karena penasaran, sang ghost writer berhasil mengetahui jaringan kerja intelejen antar 2 negara ini.

Tentu kisah seperti ini amat menarik, karena terjadi di negara mana saja, apalagi di negara berkembang. “Politik itu busuk” memang juga terasa di Indonesia. Apa yang terjadi akhir-akhir ini antara DPR dan Pemerintah serta Lembaga-Lembaga Negara lainnya membuktikan itu.

Entah bagaimana caranya, mengelola sebuah negeri dengan cara atau dengan sebuah sistem yang sama sekali baru, misalnya tidak dengan sistem demokrasi yang ternyata lebih banyak busuknya itu. Harus diakui bahwa wakil rakyat atau pemimpin yang betul-betul mewakili rakyat tidak bisa diperoleh melalui sistem demokrasi yang sekarang ini kita aplikasikan.

Barangkali teknologi informasi nanti bisa memberikan jawaban bagi kelemahan sistem demokrasi sekarang atau memberikan jawaban bagi persoalan sistem pengelolaan negeri ini.

Fuck politician!