Saya politikus? Ha..ha..ha.. saya lebih suka disebut sastrawan mbeling yang memotret situasi di sekitar saya dalam bentuk tulisan....
Welcome to my blog, anyway!

Search This Blog

Wednesday, December 16, 2009

SEKOLAH UNTUK ORANGTUA


http://www.facebook.com/home.php?#/note.php?note_id=215920279702

Thank God! Sekolah untuk orangtua nambah lagi (lihat gambar). Mudah-mudahan semua sekolah orangtua ini membawa manfaat bagi masa depan Indonesia. Anak-anak yang berkembang dengan baik di masa sekarang akan membawa Indonesia ke masadepan yang lebih baik. Sudah saatnya bagi pemerintah untuk memikirkan membuat program nasional untuk mendidik para orangtua ini.

Dalam brosur sekolah ini (yang saya peroleh melalui FB ini dari seorang teman, Nino Hartanto):
Kami mengajak anda untuk ambil bagian membangun peradaban yang lebih berkualitas. Sekolah ini membuat target tidak sekedar bagaimana menjadi orangtua yang yang baik, tetapi bagaimana mencapai peradaban yang lebih berkualitas! Jika lebih banyak orangtua yang tahu bagaimana mengembangkan anak-anaknya tentu kita juga bisa berharap pada Indonesia yang lebih maju satu generasi mendatang.

Selain peradaban, di dalam brosurnya, sekolah ini mengingatkan bahwa sumber masalah dari anak adalah orangtua. Berapa banyak orang tua yang bisa mengerti ini apalagi mau mengerti bahwa merekalah sesungguhnya penyebab bermasalahnya anak-anak mereka. Kebanyakan orang dewasa memang siap menikah, tetapi tidak siap menjadi orangtua yang baik bagi anak-anak mereka.

Beberapa orang beranggapan agama bisa digunakan untuk mengembangkan anak. Padahal agama bagi kebanyakan orang adalah daftar haram dan halal, surga dan neraka, pahala dan dosa, setan dan malaikat, beribadah dan tidak beribadah, Tuhan dan manusia. Hanya itu. Perlu kemampuan intelektual atau spiritual yang berlebih untuk memandang agama sebagai kaya akan petunjuk. Apalagi di zaman yang semakin hiruk-pikuk dengan berbagai media ini, peran agama untuk menjadikan manusia yang lebih baik semakin buram saja. Sekolah untuk orang tua tentu dibentuk berdasarkan ilmu-ilmu pengetahuan manusia yang telah dikembangkan selama ratusan tahun, seperti psikologi atau kedokteran, sehingga tentu lebih fokus pada bagaimana mengembangkan anak dibanding peran agama (yang dipahami kebanyakan orang) yang tidak fokus.

Sudah ada beberapa situs mengenai parenting seperti parenting.co.id sekolahorangtua.com atau yang berbahasa Inggris, parenting.com , namun berapa orang yang bersedia mengunjungi dan mempelajarinya?

APA GUNA UU PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM KASUS PRITA?

Gambar ini beredar di Internet, sehingga saya tidak tahu sumbernya


http://www.facebook.com/note.php?saved&&suggest&note_id=214294639702#/note.php?note_id=214294639702

Saya kurang mengikuti kasus Prita, yaitu kasus mengenai seorang konsumen rumah sakit yang dijebloskan ke penjara gara-gara melakukan protes atas kesalahan yang dilakukan oleh rumah sakit Omni pada Prita. Hari ini putusan telah dijatuhkan oleh pengadilan tinggi Banten pada Prita, yaitu Prita diwajibkan membayar Rp 204 juta. Prita diadili dengan menggunakan sebuah UU yang baru saja diterbitkan, yaitu UU ITE, pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik.

Lama terheran-heran, karena mengapa UU itu yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa antara Prita dan Omni, hari ini saya mendapatkan argumen yang pas untuk tim pengacara Prita dalam menyelesaikan kasus ini. Argumen itu saya dapat dari halaman FB yang dibuat oleh Iwan Piliang di bawah ini http://www.facebook.com/pages/Dukung-Bebasmurnikan-Prita-dr-Tuntutan-Bui/179105094476 :

APWKOMITEL adalah salah satu organisasi jaringan warnet. Ini surat dukungan mereka melalui Pak Rudi Rusdiah, Ketua:

Pak Iwan dkk ysh:

Dari diskusi dimilis APW, Sepertinya strategi dari teman teman di APWKomitel mengenai kasus Prita adalah sebagai berikut:

I. PERMINTAAN AGAR PENGADILAN DIHENTIKAN KARENA:
1. Pakar yang disebut ahli forensik, ahli cyberlaw belum ada karena belum tersertifikasikan dan belum digunakan dalam penyelidikan yang lalu.
2. Peraturan yang digunakan berbasis UU ITE belum bisa digunakan karena banyak pasal pasalnya yang masih tergantung pada PP, belum memberikan kepastian hukum sehingga kenapa digunakan seperti pasal pembuktian, pasal sertifikasi email, sertifikasi digital forensik, sertifikat peralatan servernya dll... sehingga semestinya jika digunakan maka tidak memiliki dasar hukum.

JADI SELAJAKNYA PENGADILAN TERHADAP PRITA YANG MENGGUNAKAN UU ITE DIHENTIKAN SEGERA.

II. JIKA INGIN DILANJUTKAN MAKA ADALAH PERKARA BERBASIS UU PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN ALASAN:
Bu Prita melakukan complain atau pengaduan dan mengeluhkan masalah layanan medis dari sebuah rumah sakit atau staff dari rumah sakit

Demikian pak Iwan rekomendasi kami dari APWKOmitel semoga bermanfaat bagi tim pembela bu Prita

salam, rr - apwkomitel/ mastel ukm

DOWN WITH SBY


http://www.facebook.com/note.php?saved&&suggest&note_id=214294639702#/note.php?note_id=208974019702

Setelah merasa mual melihat apa yang terjadi sejak Senin malam, 23 November lalu, saat SBY berpidato menyampaikan sikapnya yang aneh. Meski mual, akhirnya saya mampu membuat catatan di bawah ini mengenai beberapa point di dalam pidatonya. Untung saya tidak membutuhkan waktu 2 minggu melakukan “laku-diam” seperti yang sudah SBY lakukan setelah membentuk Tim 8. Mungkin SBY belum tahu, bahwa “diam itu emas” tidak berlaku pada situasi aneh dan memualkan belakangan ini.

“Dengan telah saya terimanya hasil pemeriksaan investigasi BPK atas kasus Bank Century sore tadi, pemerintah akan segera mempelajarinya dan pada saatnya nanti saya akan meminta Saudari Menteri Keuangan dengan jajarannya bersama-sama dengan pihak Bank Indonesia untuk memberikan penjelasan dan klarifikasinya. Saya sungguh ingin keterbukaan dan akuntabilitas dapat kita tegakkan bersama. Saya juga ingin semua desas-desus, kebohongan, dan fitnah dapat disingkirkan dengan cara menghadirkan fakta dan kebenaran yang sesungguhnya.”

Sayang fakta dan kebenaran yang dimaksud SBY berada di tangan PPATK. Padahal PPATK terikat pada undang-undang yang hanya membolehkan diungkapnya aliran dana Century kepada kepolisian dan kejaksaan saja, maka menurut Maruarar, anggota DPR, presiden SBY bisa membuat perppu khusus untuk kasus Century ini, agar bisa lebih cepat terungkap kemana sebenarnya aliran dana Century ini. Namun harus diingat, bahwa kepolisian dan kejaksaan saat ini adalah institusi negara yang dianggap sedang tidak layak untuk dipercaya sehubungan dengan kasus Bibit & Chandra juga kasus Century. Sungguh tidak bisa dipungkiri lagi, yaitu setelah Tim 8 yang anggotanya terdiri dari beberapa pakar di bidang hukum dan sekaligus memiliki integrity mengeluarkan hasil analisanya pada kasus Bibit & Chandra, bahwa kepolisian, kejaksaan bersama-sama dengan para "markus" bersekongkol secara jahat untuk menjatuhkan Bibit & Chandra. Begitu juga ketika MK juga mengeluarkan hasil analisa yang sama terhadap kasus Bibit & Chandra.

Angka 6,7 trilyun rupiah dalam skandal Century adalah angka sangat yang besar untuk tidak dipersoalkan. Begitu juga pemilu dengan biaya yang amat besar kemarin seharusnya bukan untuk memilih orang-orang gila yang seenaknya menggunakan uang negara, misalnya untuk diberikan ke Bank Century. Penerbitan perppu untuk menjelaskan aliran dana Century akan membuktikan bahwa SBY sebagai presiden terpilih memang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi dan sekaligus juga membuktikan bahwa partai Demokrat dan SBY sendiri tidak terlibat dalam skandal bank Century. Jika aliran dana ini dibuka dengan cepat, maka negeri ini bisa menghemat waktu dan energi agar bisa melaksanakan pekerjaan-pekerjaan besar lainnya di negeri ini.

Sekali lagi, negeri ini sangat membutuhkan diselesaikannya skandal ini secepat-cepatnya agar potensi bangsa ini tidak terkuras sia-sia. Negeri ini membutuhkan bukan hanya presiden yang bersih dari jejak korupsi, tetapi juga presiden yang cepat mengatasi persoalan besar yang sedang terjadi agar negeri ini tidak berlarut-larut dalam kondisi tidak produktif.

“Oleh karena itu, sebagaimana yang telah saya sampaikan kepada seluruh rakyat Indonesia bahwa lima tahun mendatang penegakan hukum dan pemberantasan korupsi tetap menjadi prioritas pemerintah. Bahkan dalam program 100 hari, saya telah menetapkan gerakan pemberantasan mafia hukum sebagai prioritas utama. Kita sungguh serius. Agar masyarakat bisa hidup lebih tentram, agar keadaan menjadi lebih aman dan tertib, agar perekonomian kita terus berkembang, dan agar citra Indonesia di mata dunia bertambah baik, maka reformasi di bidang hukum harus benar-benar sukses dan korupsi harus berhasil kita berantas.”

Saya sungguh berharap pada janji SBY ini, meski saya ragu dan pesimis dengan komitmen SBY yang mungkin dirongrong oleh beberapa penyokong kampanye partai demokrat dan dirinya. Padahal akibat buruk korupsi misalnya sungguh terasa di jalan raya di perkotaan, terutama Jakarta. Jalan di Jakarta, misalnya, adalah lambang kebiadaban pengelola negeri ini. Dampak korupsi terlihat pada Jalan-jalan yang selalu berlubang dan selalu diperbaiki sebelum usai satu tahun, lampu-lampu lalu-lintas yang selalu rusak, rambu-rambu yang tidak sempurna atau hilang, pengaturan lalu-lintas yang tidak cerdas, perencanaan dan penerapan transportasi publik yang teramat buruk, uang parkir yang entah kemana, fasilitas umum yang kurang dan buruk, penggunaan jalan raya yang salah dan tidak cerdas, jalan bebas hambatan yang harus dibayar oleh penggunanya dan uangnya entah kemana, penyalahgunaan aparat kepolisian untuk kepentingan yang sempit bagi yang punya uang di jalan raya (pengawalan liar untuk menembus kemacetan), kutipan liar terhadap angkutan umum oleh Dishub (nyata sekali terlihat), pertumbuhan jalan raya yang begitu lambat dan minim. Itu semua adalah salah satu contoh saja akibat buruk dari korupsi yang menjangkiti kebanyakan pejabat publik.

“Dua hari yang lalu, saya juga mempelajari hasil survei oleh lembaga survei yang kredibel yang baru saja dilakukan yang menunjukkan bahwa masyarakat kita memang benar-benar terbelah.”

Apakah maksud SBY dengan “masyarakat kita memang benar-benar terbelah,” adalah terbelah dua dan berpotensi menjadi konflik sosial?. Mungkin SBY gagal mengidentifikasi masalah yang ada, atau ia memang sedang mencoba mengaburkan persoalan yang sebenarnya. Mengapa ia tidak membuka hasil survey tersebut tentang apakah bangsa ini terbelah sekarang menjadi dua kelompok yang bisa terbawa pada konflik sosial? Saya yakin yang terjadi sekarang adalah hampir seluruh rakyat Indonesia sedang gundah karena dua orang pimpinan KPK yang diangkat oleh undang-undang untuk memberantas korupsi bisa dituduh seenaknya tanpa bukti oleh Kapolri, Bambang Hendarso Danuri (yang diangkat oleh SBY). Bahkan dalam rekaman hasil penyadapan KPK, Kejaksaan juga menjadi bagian dari persekongkolan jahat untuk menjatuhkan Bibit & Chandra sekaligus KPK. Dari indikasi-indikasi yang ada, persekongkolan jahat ini berkaitan dengan upaya untuk menghindari pengungkapan skandal yang lebih besar oleh KPK, yaitu skandal Century.

“Dalam kaitan ini, saudara-saudara, sesungguhnya jika kita ingin mengakhiri silang pendapat mengenai apakah Saudara Chandra Hamzah dan Saudara Bibit Samad Rianto salah atau tidak salah, maka forum atau majelis yang tepat adalah pengadilan. Semula saya memiliki pendirian seperti itu dengan catatan proses penyelidikan dan penuntutan mendapat kepercayaan publik yang kuat. Dan tentu saja, proses penyidikan dan penuntutan itu fair, objektif, disertai bukti-bukti yang kuat.

Dalam perkembangannya, justru yang muncul adalah ketidakpercayaan yang besar kepada pihak Polri dan Kejaksaan Agung sehingga telah masuk ke ranah sosial dan bahkan ranah kehidupan masyarakat yang lebih besar. Oleh karena itu, faktor yang saya pertimbangkan bukan hanya proses penegakan hukum itu sendiri, tapi juga faktor-faktor lain seperti pendapat umum, keutuhan masyarakat kita, asas manfaat, serta kemungkinan berbedanya secara hakiki antara hukum dengan keadilan.”


Awalnya SBY menyatakan dalam pidatonya, bahwa forum atau majelis yang tepat adalah pengadilan (untuk kasus Bibit & Chandra). Namun untung dalam kalimat selanjutnya SBY menyatakan sebagaimana tersebut di atas. Kalau tidak, sungguh saya akan mengatakan bahwa itu sebuah sikap yang sesat dan zholim, karena Tim 8 sudah menyatakan bahwa kasus Bibit & Chandra dipaksakan karena tidak cukup bukti. Ketika tidak cukup bukti, seharusnya Bibit & Chandra adalah bukan tersangka sehingga amat membuang-buang waktu dan energi bagi bangsa ini untuk menyeret Bibit & Chandra ke pengadilan, bahkan tindakan ini melanggar hak asasi manusia, karena orang yang tidak bersalah bisa seenaknya diseret-seret ke dalam sebuah proses hukum sesat. Sikap dan pandangan seperti ini adalah sebuah pandangan sempit dari beberapa praktisi hukum, seperti pengacara, yang untuk kepentingan sempitnya lebih suka beradu argumen tentang pasal-pasal, aturan-aturan dan undang-undang di ruang pengadilan bukan beradu argumen tentang rasa keadilan yang multidimensi di ruang publik. Keadilan, kata mereka, hanya bisa didapatkan di ruang pengadilan. Padahal negara ini dibangun sejak pertama kali adalah untuk memberi keadilan termasuk juga rasa keadilan bagi rakyatnya dan itu tidak disebutkan, bahwa keadilan dan rasa keadilan hanya bisa diperoleh di ruang pengadilan semata. Keadilan dan rasa keadilan bisa diperoleh di dalam proses hukumnya sendiri.

Sayang, meski SBY telah menyadari bahwa apa yang dilakukan oleh terutama Kapolri adalah sesat dan zholim, namun SBY tidak memecat Kapolri dan Jagung. Padahal Kapolri dan Jagung sudah kehilangan kewibawaannya sebagai salah satu pucuk penegakan hukum di negeri ini. Padahal juga ini bisa merembet kepada ketidakpercayaan seluruh lapisan warga bangsa ini kepada seluruh jajaran kepolisian dan kejaksaan, terutama warga bangsa negeri ini yang berada di lapisan bawah yang sehari-hari mengalami friksi satu sama lain. Apakah hanya gara-gara beberapa orang di pucuk itu, persoalan-persoalan hukum sehari-hari dari warga bangsa di lapisan bawah akan mereka selesaikan sendiri tanpa campur tangan kepolisian?

“Solusi seperti ini saya nilai lebih banyak manfaatnya daripada mudaratnya. Tentu saja cara cara yang ditempuh tetaplah mengacu kepada ketentuan perundang-undangan dan tatanan hukum yang berlaku. Saya tidak boleh dan tidak akan memasuki wilayah ini karena penghentian penyidikan berada di wilayah lembaga penyidik atau Polri, penghentian tuntutan merupakan kewenangan lembaga penuntut atau kejaksaan, serta pengenyampingan perkara melalui pelaksanaan asas oportunitas merupakan kewenangan Jaksa Agung. Tetapi sesuai dengan kewenangan saya, saya menginstruksikan kepada Kapolri dan Jaksa Agung untuk melakukan penertiban, pembenahan, dan perbaikan di institusinya masing-masing berkaitan dengan kasus ini. Demikian pula saya sungguh berharap KPK juga melakukan hal yang sama di institusinya.“

Tentu saya setuju, jika SBY tidak boleh memasuki wilayah kepolisian dan kejaksaan, namun memecat Kapolri dan Jagung tentu adalah sebuah keniscayaan bagi SBY ketika ia dihadapkan pada indikasi-indikasi (jika tidak boleh disebut bukti-bukti) dan hasil analisa dari Tim 8 dan MK mengenai persekongkolan jahat untuk menjatuhkan Bibit & Chandra sekaligus KPK.

Saya pun tidak dapat mengerti kalimat terakhir dari paragraph di atas yang menyatakan: “Demikian pula saya sungguh berharap KPK juga melakukan hal yang sama di institusinya.” Entah kesalahan apa yang dilakukan KPK sehingga SBY perlu menghimbau KPK agar melakukan penertiban, pembenahan dan perbaikan. Jika KPK melakukan kesalahan dan ada buktinya, tentu kepolisian bisa dengan mudah menyeret siapa pun di KPK ke ruang pengadilan. Sayang bukti-bukti itu tidak ada sehingga himbauan SBY itu bisa disebut tidak pada tempatnya dan cenderung menyerang KPK. Memang, KPK bukan sarang malaikat, tetapi sebagaimana sering didengung-dengungkan oleh para pejabat publik di negeri ini, bahwa semua harus berdasarkan hukum, maka semua kecurigaan dan tuduhan kepada KPK seharusnya juga disertai bukti yang kuat lebih dahulu dan melalui proses hukum yang benar. Pemimpin tidak boleh melemparkan kecurigaan dan tuduhan sembarangan. Harus selalu diingat, bahwa KPK dibentuk karena ketidakmampuan kepolisian dan kejaksaan dalam memberantas korupsi, sehingga kecurigaan dan tuduhan tanpa bukti yang dialamatkan kepada KPK harus dianggap serius sebagai sikap menghalangi pemberantasan korupsi di negeri ini.

Selamat hari raya Idul Adha.

KIAMAT DAN 2012


http://www.facebook.com/note.php?saved&&suggest&note_id=214294639702#/note.php?note_id=200100329702

Sudah tiga hari ini terjadi kegemparan baru di Jakarta, setelah kegemparan KPK diobok-obok Kapolri. Entah di kota-kota lain di Indonesia.

Banyak orang membicarakan ‘kiamat’ yang akan terjadi pada tahun 2012 yang digambarkan oleh sebuah film yang berjudul 2012 yang premiere pada tanggal 13 November kemarin. Saya tidak mengira bahwa ternyata minat orang untuk menonton film ini cukup besar. Sore kemarin di hari kedua pemutaran film ini, kira-kira jam 17:00 saya sudah kehabisan ticket untuk pertunjukan jam 18:00, 21:00 dan jam 22:00, padahal movie theather di kota Bekasi yang saya datangi ini memutar film 2012 di 3 theather sekaligus. Baru hari ini saya bisa mendapatkan ticketnya setelah antri 1 jam sejak jam 10:00 pagi untuk pertunjukan jam 15:30.

Sebenarnya saya tidak berharap terlalu banyak pada film yang sudah lama ditunggu dan dibicarakan sejak awal tahun 2009 ini. Saya cuma antusias untuk sekali lagi menonton karya sutradara Roland Emmerich yang dulu sukses membuat film tentang kehancuran peradaban manusia, seperti Independence Day dan The Day After Tomorrow. Independence Dayhancur karena serangan aliens yang hendak menyedot sumber daya alam yang tersedia di Bumi, sedangkan The Day After Tomorrow karena datangnya jaman es secara mendadak yang disebabkan oleh global warming. Film 2012 masih bercerita tentang hancurnya peradaban manusia yang disebabkan oleh bencana alam yang sangat besar yang datangnya karena bersejajarnya planet-planet dalam satu garis. Bencana alam sangat besar ini dikait-kaitkan dengan “kiamat” dan intepretasi peneliti Barat terhadap peninggalan Suku Maya (di selatan Mexico) yang konon, dunia berakhir di tahun 2012.

Film ini lumayan menghibur, karena jalan ceritanya cukup cepat ditambah special effect yang seru. Selebihnya tidak ada yang baru. Bagian awal adalah penjelasan ilmiah tentang mengapa inti planet Bumi semakin memanas, lalu Bumi mengalami gempa-gempa besar karena pergeseran lempeng Bumi yang makin tidak stabil, benua-benua terbenam, hingga tsunami dahsyat. Namun ada yang menarik di luar cerita film ini, Roland Emmerich dikabarkan tidak berani menyinggung perasaan ummat Islam, sehingga tidak ada adegan kehancuran Kabah dan Mesjid Al-Haram. Padahal ia membuat adegan kehancuran The Sistine Chapel, dan juga St. Peter's Basilica yang kedua-nya ada di Vatikan! Juga termasuk Patung Christ the Redeemer di Rio de Janeiro dan Juga Tower 101 di Taipei. Entah saya harus berkomentar apa soal ini. Mungkin sedih, ummat Islam punya gambaran seram di mata Roland Emmerich....

Setelah menyaksikan film ini tadi saya agak heran, mengapa 2012 lebih menggemparkan dibanding film Knowing di awal tahun 2009 lalu? Padahal jika berdasarkan true science, “kiamat” lebih mungkin terjadi di tahun 2012 karena badai matahari yang sudah dihitung oleh para astronom memang bakal terjadi. Namun badai matahari nanti ini bukan disebabkan oleh bersejajarnya planet-planet sebagaimana di dalam film 2012. Sementara itu tidak ada perhitungan para astronom yang mengatakan akan terjadi planet-planet bersejajar dalam tahun-tahun dekat ini, kecuali beberapa planet saja. Gara-gara planet bersejajar ini, menurut film 2012 ini, terjadi badai matahari yang menyebabkan inti Bumi bertambah panas, lalu lempeng Bumi menjadi tidak stabil, hingga akhirnya benua-benua terbenam dan tsunami menggila sehingga peradaban manusia di permukaan Bumi hancur berantakan.

Mungkin promosi film ini di Indonesia terutama di media televisi lebih gencar menyebut "kiamat" dibanding dengan promosi film Knowing dulu yang tidak menyebut-nyebut "kiamat". Apalagi sudah beberapa tahun ini di Internet orang ramai membicarakan “ramalan” Suku Maya, meski Suku Maya tidak pernah membuat ramalan seperti itu. Suku Maya tidak pernah mengatakan dunia akan berakhir apalagi menyebut tahunnya. Kiamat merupakan sebuah konsep “yang sangat Barat” yang awalnya dari bangsa Semit, melalui nabi-nabi seperti Ibrahim, Musa, Isa (Jesus) dan Muhammad kemudian menyebar melalui Eropa.

Sebagaimana sudah disebut di atas, di antara tahun 2011, 2012 atau 2013, para astronom memang memperkirakan akan ada sebuah badai matahari besar yang akan menerpa Bumi. Badai matahari ini sebenarnya kerap terjadi, bahkan tiap 11 tahun sekali. Badai matahari besar terakhir yang pernah menerpa Bumi adalah pada 1859. Meski besar, badai matahari saat itu tidak merusak atau menghancurkan kehidupan tumbuhan dan hewan juga manusia di permukaan Bumi, karena badai matahari hanya akan merusak peralatan listrik yang saat itu belum banyak dan manusia belum bergantung pada peralatan listrik. Sejarah mencatat saat itu, badai matahari membuat peralatan telegraph menjadi alat yang berloncatan aliran listrik. Namun badai matahari di tahun 2012 nanti bisa mengancam kehidupan manusia. Pasalnya, sekarang kehidupan manusia banyak bergantung pada peralatan listrik. Menurut wikipedia, ketika badai matahari terjadi di tahun 1989, di Quebec, Kanada, 6 juta orang hidup tanpa listrik selama 9 jam.

Ancaman badai matahari ini bukan isapan jempol, sejumlah badan antariksa telah berupaya menyiapkan sejumlah persiapan menghadapi badai matahari, seperti untuk mengantisipasi hilangnya daya listrik, rusaknya satelit, dan terganggunya frekuensi radio yang menjadi kebutuhan kehidupan modern saat ini. Bahkan LAPAN saja sudah menyiapkan diri untuk mengantisipasi munculnya badai matahari itu. LAPAN sudah membangun Pusat Sistem Pemantau Cuaca Antariksa Terpadu di pusat Pemanfaatan Sains Antariksa LAPAN Bandung. LAPAN memantau antara lain lapisan Ionosfer dan geomagnetik, serta gelombang radio. Sistem ini sudah beroperasi sejak 2009 ini.

Para ahli mengatakan, ketika aktivitas badai matahari aktif, akan terus menerus terjadi pembakaran dan peledakan pada sunspot, dan sejumlah besar sinar ultraviolet dilepaskan dan akan menyebabkan densitas lapisan ionosfir di atas angkasa bumi meningkat mendadak, menyerap habis energi gelombang pendek, sehingga gelombang pendek sinyal radio terganggu. Pada umumnya intensitas badai matahari tidak akan bisa menerobos perlindungan atmosfer dan medan magnetik bumi, hingga tidak mengancam tumbuhan dan spesies yang berada di bumi. Tetapi untuk badai matahari tahun 2012 para ahli khawatir mungkin terjadi pengecualian.

Mengapa badai matahari tahun 2012 berpotensi membawa bencana bagi manusia? Meskipun badai matahari ini akan berlangsung sebentar saja, yaitu cuma beberapa hari saja, namun generator listrik yang sedang beroperasi bisa menjadi rusak, sebagaimana yang terjadi di Quebeq, Canada di tahun 1989. Begitu juga rusaknya 2 satelit pada tahun 2003

Listrik diperlukan dalam kehidupan manusia untuk menghidupkan aktivitas kota-kota besar tanpa boleh terhenti beberapa jam saja, misalnya untuk mengalirkan air bersih ke berbagai gedung tempat beraktivitas atau appartment dan juga perumahan di perkotaan. Listrik diperlukan untuk menjalankan misalnya alat-alat penyimpanan makanan dan obat-obatan, seperti kulkas, freezer, atau pabrik pembuat es batu yang diperlukan untuk mengawetkan makanan atau daging dan ikan. Listrik juga diperlukan untuk menjalankan peralatan komputer yang diperlukan untuk mengoperasikan atau mengatur berbagai kegiatan sehari-hari manusia atau mengoperasikan jaringan pembangkit dan distribusi listrik. Listrik juga digunakan untuk menjalankan alat-alat untuk komunikasi data dalam kegiatan ekonomi, misalnya komunikasi data perbankan (ATM). Ketiadaan listrik ini juga mengacaukan pasokan dan distribusi energi, seperti gas, batubara, atau BBM yang juga digunakan untuk menghidupkan generator listrik.

Badai matahari ini bisa membuat kehidupan manusia tiba-tiba kembali ke jaman tanpa listrik, padahal kita sudah sangat bergantung pada listrik, satelit dan alat-alat yang menggunakan listrik. Badai matahari akan merusak satelit yang digunakan untuk berbagai fungsi, antara lain navigasi, telekomunikasi, siaran TV, dan sebagai fungsi militer, termasuk untuk fungsi cuaca. Jika kita tidak menyiapkan diri untuk menghadapi kerusakan yang ditimbulkan oleh badai matahari terhadap peralatan listrik ini dan tidak menyiapkan diri untuk situasi terburuk yang mungkin terjadi setelah badai matahari ini, mungkin itu lah bencana bagi peradaban manusia “modern” saat ini atau "kiamat" yang akan menimpa kita selama beberapa tahun ke depan setelah berlalunya badai matahari.

Begitulah bentuk kiamat yang bisa dihitung oleh ilmu pengetahuan, bukan kiamat seperti yang digambarkan film 2012. Namun kiamat terlanjur dipercaya sebagaimana yang digambarkan oleh mitos dari beberapa agama, yaitu harus heboh, sehingga film 2012 juga menghasilkan kehebohan dalam jumlah penonton di Jakarta. Padahal "kiamat" masih jauh! Setidaknya begitulah menurut ilmu pengetahuan manusia yang kita miliki sekarang ini. Tidak ada ancaman yang berarti terhadap kehidupan di planet Bumi, tata surya kita, maupun galaksi kita ini, kecuali ilmu pengetahuan manusia masih memiliki celah kosong yang tidak mengetahui adanya ancaman ‘kiamat’.

Jika anda sudah menyaksikan film 2012, ingatlah ini: tugas anda sebagai manusia masih panjang dan banyak, yaitu ikut membangun dan memajukan peradaban manusia! Bukan takut pada mitos "kiamat"!

FB DAN PILAR KE-4 DEMOKRASI

Saya memang terus percaya pada pilar ke-4 demokrasi, yaitu media massa. Pilar ke-4 ini bisa ikut menentukan arah dari gerak negeri ini. Dulu di akhir tahun 90-an, salah satu yang menentukan dalam kejatuhan Suharto adalah juga media massa konvensional ditambah media yang menggunakan teknologi informasi; kira-kira tahun 94 Internet pertama kali masuk ke Indonesia, kemudian jumlah TV swasta juga waktu itu semakin banyak, ditambah lagi TV satelit berupa chanel-chanel gratis pada masa sebelum tahun 97 dan kemudian paytv Indovision yang mulai tahun 97. Itu semua mempengaruhi cara berpikir banyak orang mengenai negeri ini, khususnya mengenai demokratisasi.

Sekarang setelah lebih dari 10 tahun usia Internet di Indonesia, muncul FaceBook yang fenomenal. Sebelum ada FB, orang berdiskusi di Internet di berbagai milis, misalnya dengan menggunakan YahooGroups. Sekarang, FB juga bisa digunakan untuk berdiskusi, bahkan lebih mudah. Apa yang kita sampaikan melalui FB, misalnya melalui 'Notes', bisa dengan mudah menyebar ke seluruh pengguna FB. Sebagai contoh adalah dukungan sejuta pengguna FB pada Bibit & Chandra yang hanya dalam beberapa hari bisa mendapatkan dukungan lebih dari 1 juta pengguna FB (sekarang, 12 November, 1.236.594 pendukung). Ini berkat pertukaran informasi yang begitu cepat dan banyak melalui FB, apalagi FB mudah digunakan. Selain 'Notes', tulisan atau berita di berbagai situs Internet dipertukarkan sesama pengguna FB sehingga membentuk satu opini yang sama, yaitu Bibit & Chandra telah menjadi korban sebuah konspirasi yang di dalamnya antara lain adalah koruptor, makelar kasus, pejabat kepolisian dan pejabat kejaksaan.

Memang pembentukan opini di FB mengenai Bibit & Chandra ini nampaknya mudah dikerjakan, karena memang terlampau jelas terlihat pihak kepolisian sangat memaksa meski bukti-buktinya kurang cukup agar Bibit & Chandra bisa diamputasi perannya sebagai pimpinan di KPK.

Jadi, anda pun sangat diharapkan untuk menulis di FB atau di mana saja di Internet. Selain menulis, anda pun diharapkan agar lebih aktif menggunakan FB dalam kerangka untuk memperkuat pilar ke-4 demokrasi itu, misalnya mempertukarkan informasi penting yang berkaitan dengan soal-soal demokrasi atau soal-soal besar di negeri ini. Semakin banyak yang menulis dan semakin banyak yang aktif di FB, semakin kuat lah pilar ke-4 ini untuk mempengaruhi atau memperbaiki ke-3 pilar lain yang bobrok itu. Anda pun sangat diharapkan untuk tidak ikut-ikutan mencalonkan diri menjadi anggota legislatif, karena sistem politik yang kita miliki (sebenarnya juga di seluruh dunia) masih memungkinkan para baboon, anjing, babi dan lain-lain yang berderajat binatang untuk bisa menduduki kursi legislatif.

Monday, November 09, 2009

OPTIMISME DARI ANIS BASWEDAN

Siang ini, 9 November 2009, saya memaksakan diri untuk menulis Note untuk FB di bawah ini. Sesuatu yang seharusnya selalu saya lakukan ketika keinginan untuk menulis muncul, karena jika tidak, saya akan kehilangan momentum sebagaimana biasanya. Meski demikian, tulisan ini cuma renungan mengenai soal yang dalam beberapa minggu terakhir ini memenuhi benak semua orang di negeri ini.

Pagi tadi, saya baru saja mendengarkan Anies Baswedan (salah satu anggota Tim 8 yang ditugaskan untuk memberi rekomendasi pada soal Bibit & Chandra atau Cicak & Buaya) di dalam sebuah acara talkshow di sebuah TV swasta. Tidak seperti kebanyakan orang-orang lain, Anies di dalam acara talkshow itu memperlihatkan adanya optimisme tentang akhir (saya tidak menyebut penyelesaian) dari soal Cicak & Buaya.

Menurut Anies (tidak persis seperti berikut ini), sebagaimana demokratisasi yang tidak mungkin terjadi pada masa Suharto ternyata akhirnya datang juga sebuah momentum untuk melakukan demokratisasi, begitu juga pada soal penegakan hukum di Indonesia. Ya! gonjang-ganjing yang terjadi akhir-akhir ini sebenarnya soal kinerja penegakan hukum oleh institusi-institusi hukum di Indonesia bukan soal lain sebagaimana disebutkan oleh berbagai orang secara simpang-siur dan hiruk-pikuk. Kebetulan apa yang dilakukan oleh Kapolri, Bambang Hendarso Danuri, terhadap Bibit & Chandra adalah sebuah momentum yang dimaksud Anies untuk memperbaiki institusi-institusi penegakan hukum di Indonesia (kepolisian dan kejaksaan). Nampaknya bagi Anies, soal Cicak & Buaya, meski dampaknya besar dan konyol, tetapi bukan soal besar dan rumit, karena akhir dari gonjang-ganjing penegakan hukum ini bisa menjadi mudah. Sayang, Anies masih belum memberikan bocoran mengenai rekomendasi yang nanti akan segera diberikan Tim 8 kepada pucuk pimpinan (setidaknya dianggap pimpinan) negeri ini.

Jika anda melihat status-status saya dalam beberapa minggu terakhir ini, isinya adalah sumpah-serapah saya yang berkaitan dengan soal di atas. Kemarahan itu muncul karena dipicu rasa frustasi saya melihat bagaimana hukum diterapkan pada Bibit & Chandra. Jika Bibit & Chandra yang diangkat sebagai pimpinan KPK berdasarkan undang-undang untuk memberantas korupsi, namun oleh Kapolri Bambang Hendarso Danuri mereka bisa dituduh (tanpa bukti yang cukup) telah menerima suap dan melakukan pemerasan, lalu bagaimana dengan saya dan berjuta-juta orang lain di negeri ini yang cuma orang biasa?

Selain kekuatiran pada soal kinerja Kapolri dan Jagung, saya pun kuatir dengan ke arah mana negeri ini terus bergerak. Yang mengerikan adalah, bahwa Kapolri dan Jagung tentu memiliki peranan dalam menentukan arah gerak negeri ini. Misalnya, jika Kapolri dan Jagung justru nampak menghambat pengungkapan adanya aliran dana illegal dari Bank Century untuk calon presiden SBY di saat pemilu yang baru lalu, maka bagaimana mungkin negeri ini bisa mendapatkan pemimpin-pemimpin yang baik? Bagaimana mungkin negeri ini bisa mendapatkan pemimpin yang baik jika modal untuk berkampanye didapat dari mencuri? Tanpa perintah sekali pun dan dari mana pun, Kapolri dan Jagung yang diangkat oleh presiden ini tentu akan merapatkan barisan untuk berkonspirasi membela kekonyolan. Tentu negeri ini akan semakin tersesat dari arah kemajuannya seperti yang diidam-idamkan oleh semua orang sejak ratusan tahun lalu.

Kasus Bibit & Chandra bagaimana pun justru memperjelas tentang mengapa KPK dibentuk di negeri ini, yaitu karena ketidakmampuan kepolisian dan kejaksaan dalam memberantas korupsi. Tentu saja KPK bukan malaikat yang bersih dari dosa-dosa, namun Kapolri bukannya mendukung keputusan nasional dalam pembentukan KPK, Kapolri justru terobsesi (obsessed, a compulsive, often unreasonable idea or emotion) untuk menunjukkan bahwa KPK juga tidak mampu, tidak bersih, bahkan korup seperti kepolisian, meski dengan cara-cara yang tidak cerdas dan konyol juga celaka!.

Bagaimanapun dalam situasi yang aneh dan memilukan seperti sekarang ini dan dalam kerangka pemberantasan korupsi kita harus memilih atau berpihak, yaitu memilih atau berpihak pada KPK atau Kepolisian. Tentu negeri ini sebaiknya memilih, berpihak dan mendukung KPK, bukan kepolisian karena 2 alasan, yaitu: 1. Kepolisian dulu tidak mampu. 2. Sekarang kepolisian telah bekerja secara aneh dan konyol karena tidak punya cukup bukti untuk menuduh Bibit & Chandra menerima suap dan melakukan pemerasan.

Jojo Rahardjo

Sunday, November 01, 2009

JILBAB

http://www.facebook.com/notes.php?id=1359602806#/note.php?note_id=188023594702
Yesterday at 2:15am

Baru-baru ini ada beberapa status dan note teman saya di FB ini adalah mengenai jilbab dan saya ikut mengomentarinya. Komentar yang saya buat itu sekarang saya tulis kembali untuk menjadi sebuah note di FB ini. Meski ini urusan yang exclusive di kalangan muslim, namun ini juga sebuah urusan yang mungkin muncul di kalangan pemeluk agama lain, yakni urusan berbeda penafsiran terhadap suatu aturan dalam agama yang dikira dari Tuhan. Saya pasang di FB ini, karena saya jamin note ini nggak mengganggu harmoni antar umat agama lain, nggak seperti beberapa note atau status lain yang muncul di FB ini yang kadang nggak mempertimbangkan soal harmoni ini. Saya juga memasang note ini, karena saya juga haus untuk terus belajar.

Beberapa teman menulis di note dan statusnya, bahwa jilbab sudah jelas di dalam AlQuran adalah apa yang diperintahkan atau yang diinginkan oleh Allah SWT kepada para muslimah. Teman-teman yang yakin ini kemudian menjadi heran dengan seorang ahli tafsir AlQuran asal Indonesia, yakni Quraisy Shihab, yang menafsirkan aturan jilbab dari AlQuran, bahwa jilbab itu tidak wajib bagi muslimah.

Padahal setahu saya, Quraisy Shihab itu adalah seorang ahli tafsir Alquran yang diakui di seluruh dunia. Jika kita mau open minded sedikit aja, tentu kurang tepat untuk membandingkan hasil kerja seorang ahli tafsir AlQuran dengan sekelompok ulama yang membuat ijma tentang jilbab. Bahkan juga kurang tepat untuk mengkait-kaitkannya dengan siapa Quraisy Shihab dulu pernah berguru atau belajar. Kapasitas untuk menilai seorang ahli tafsir AlQuran seharusnya berada pada orang yang berkaliber sama dengan Quraisy Shihab. Sehingga anda yang tidak memiliki pengetahuan sejarah Islam yang cukup, tentu jangan terburu-buru menilai Quraisy Shihab, misalnya sebagai orang jahat. Apalagi jika anda tidak memiliki pengetahuan-pengetahuan lain yang berkaitan dengan Islam.

Kebanyakan aturan-aturan dalam agama, sering diyakini berasal dari Tuhan. Demikian juga jilbab diyakini menjadi kehendak Allah SWT. Namun kata siapa? Kata Allah SWT? Tentu bukan, karena tentu kata orang yang menafsirkan ayat-ayat yang berkaitan dengan jilbab itu dan apa yang tercatat dalam sejarah Islam (misalnya AlHadits), baik itu seorang ahli tafsir, seperti Quraisy Shihab, maupun sekelompok ulama.

Sebenarnya, jika kita betul-betul menyimak apa yang dikatakan oleh Quraisy mengenai jilbab, nampak bagaimana sebuah aturan atau ajaran didefinisikan atau bagaimana sebuah tafsir dibuat. Quraisy tentu bisa mempertahankan 'disertasi' mengenai jilbab ini jika ia mau atau ia bisa mempertanggungjawabkan metode dan hasil tafsirnya. Sebaiknya kita mengundang para ulama, kalau bisa dari seluruh dunia untuk memutuskan persoalan jilbab ini agar persoalan ini menjadi jelas.

Jika anda yakin jilbab itu adalah kehendak Allah SWT, tentu itu baik sekali. Tetapi jika anda yakin jika jilbab itu menjadi keharusan bagi semua perempuan muslim, tentu anda berlebihan.

Mengerti bahasa Arab saja belum cukup untuk memahami ayat-ayat AlQuran, apalagi jika kita hanya mengerti arti, terjemah atau tafsir ayat-ayat AlQuran hanya dari bahasa Indonesia yang terdapat pada AlQuran yang kita baca. Karena awam, banyak yang mengira tafsir, terjemah atau arti yang ditulis itu adalah dari Allah SWT. Padahal itu adalah sebuah hasil dari upaya umat Islam sejak jaman Nabi Muhammad SAW untuk memahami setiap ayat-ayat AlQuran.

Saya sama sekali bukan anti jilbab, karena saya menghargai perempuan-perempuan yang menggunakan jilbab untuk memagari dirinya dari maksiat. Sebagaimana Quraisy Shihab, istri saya berjilbab. Jilbab membuat saya dan istri merasa nyaman sebagai sebuah life style, yaitu life sytle hidup sehat.

Perdebatan mengenai jilbab tentu sangat baik untuk semakin menemukan arti, terjemah dan tafsir yang tepat atau semakin mendekati apa yang Allah SWT inginkan. Mungkin saja perdebatan ini akan segera berakhir atau bahkan masih memerlukan waktu ratusan tahun lagi....

DJOHAN EFFENDI DAN KELOMPOK STUDI PROKLAMASI

http://www.facebook.com/note.php?note_id=171151704702
Thursday, October 8, 2009 at 11:31pm



Jika anda dulu mulai kuliah di permulaan tahun 80-an mungkin anda pernah mendengar nama Kelompok Studi Proklamasi yang dibentuk pada tahun 1983. Begitu juga judul sebuah buku "Pergolakan Pemikiran Islam" (1981) dan tentu juga nama Djohan Effendi sang editor buku itu yang isinya diambil dari catatan harian Ahmad Wahib (http://pohonkatakata.blogspot.com/2007/09/pergolakan-pemikiran-islam-catatan.html ). Tiga nama itu populer di awal tahun 80-an dan semua saling berkaitan. Meski sudah samar, namun yang saya ingat adalah semua bermula dari diskusi-diskusi mahasiswa dari berbagai universitas di mesjid-mesjid yang kemudian difasilitasi oleh Pak Djohan untuk lebih serius berdiskusi mengenai apa saja di rumahnya di jalan Proklamasi, Jakarta Pusat. Kelompok diskusi pada masa itu adalah sebuah bentuk gerakan mahasiswa yang masih bisa dilakukan di dalam masa pemerintahan represif, Suharto.

Tentu siapa yang bisa menolak tawaran seorang editor buku yang mewakili semua kegelisahan anak muda masa itu pada spiritualisme modern. Pak Djohan bahkan mengarahkan anggota Kelompok Studi Proklamasi (KSP, begitu kelompok diskusi ini dinamai), untuk menjadi penulis. Maka di tahun-tahun awal kuliah itu dengan bantuan LSM dari Amerika, The Asia Foundation, KSP menerbitkan beberapa buku dan beberapa anggota KSP pun menjadi penulis artikel di beberapa media cetak nasional. Maka kemudian beberapa kelompok diskusi lainnya pun mengikuti jejak KSP.

Empat tahun kemudian, karena perbedaan visi dan arah perjuangan, 3 anggota KSP, Denny JA, Jonminofri Nazir, Jojo Rahardjo membentuk Kelompok Studi Indonesia yang juga menerbitkan beberapa buku.

Di akhir tahun 80-an, gerakan kelompok diskusi bukan meredup, tetapi merubah arah gerakannya, karena sebagian diserap oleh LSM dalama dan luar negeri dan sebagian lagi melanjutkan studi formal ke jenjang yang lebih tinggi di dalam dan luar negeri. Sebagian lagi membaktikan ilmu dan dirinya di sektor swasta. Semua akhirnya di masa ini boleh disebut sibuk dengan dirinya sendiri, meski kadang masih bertemu dalam kegiatan-kegiatan intelektual yang ada. Saya sendiri, sibuk di proyek-proyek PBB, seperti FAO, UNDP, ILO, dan bahkan sebuah proyek USAID hingga tahun 1992. Jonminofri Nazir mengasah kemampuan jurnalisnya di beberapa media cetak terkenal di Indonesia, dan sekarang memiliki perusahaan multimedia. Sementara Denny JA mengejar Master dan Doctor-nya di Amerika.

Sekarang Denny JA sudah disebut oleh sebuah media cetak sebagai "King Maker". Ia memang sebagai orang paling menentukan jalannya pemerintahan di pusat hingga ke pelosok Indonesia. Mengapa? Denny sejak beberapa tahun terakhir ini memiliki perusahaan konsultan politik yang telah banyak membantu partai politik, calon-calon presiden, gubernur, walikota hingga bupati untuk berhasil memenangkan pemilihan. .

Tanggal 6 dan 7 Oktober lalu, kita berkumpul lagi, untuk menghadiri peluncuran buku terbaru Pak Djohan sekaligus memberi selamat pada ulangtahunnya yang ke-70. Meski tidak semua anggota KSP hadir lengkap, namun kita berencana untuk berkumpul dalam waktu dekat ini. Secara umum kita masih sama. Itulah yang membuat saya optimis, bahwa semua masih bisa bersinergi lagi untuk mengejar kebaikan-kebaikan yang masih tertinggal di negeri ini.

Insya Allah.

GEMPA LAGI, TERLAMBAT LAGI DAN BEGO LAGI

http://www.facebook.com/inbox/readmessage.php?t=1242582057809#/note.php?note_id=168765204702
Monday, October 5, 2009 at 11:41pm


Saya baru saja melihat bagian akhir dari sebuah wawancara sebuah stasiun TV dengan Imam Prasojo. Sepotong saja, memang. Antara lain Imam mengkritik soal ‘mapping’ yang tidak dilakukan oleh pengurus negeri ini pada ‘menit-menit’ pertama terjadinya bencana alam. Akibatnya tidak bisa disusun langkah-langkah penanganan bencana berdasarkan skala prioritas. Bantuan berupa sukarelawan, peralatan, makanan, minuman, obat-obatan menjadi bertumpuk di titik-titik tertentu. Bayangkan, upaya pengadaan air bersih dan alat-alat telekomunikasi (satelit) baru dikerjakan satelah 4 hari bencana oleh orang-orang dari negeri lain. Bahkan hingga hari ke-5, menurut laporan media TV (yang juga baru bergerak ke pelosok) sebagian besar wilayah bencana belum disentuh oleh bantuan yang seharusnya prioritas utama, seperti air minum, makanan dan obat-obatan. Memangnya kita harus berharap pada siapa lagi untuk memberikan bantuan seperti itu jika terjadi bencana alam dengan skala besar seperti ini, kalau bukan pada pemimpin yang sudah kita pilih?

Ada ungkapan terkenal, yaitu: “hanya keledai yang terperosok dua kali pada lobang yang sama”. Jika SBY adalah orang yang paling diharapkan di negeri untuk memimpin bala bantuan ke wilayah bencana, maka ia adalah keledai! Bahkan kesalahan yang dibuatnya lebih dari dua kali sejak bencana alam Aceh, gempa Jogya, gempa TasikMalaya dan gempa Sumatera Barat.

Mungkin orang menilai saya sebagai orang yang cuma bisa mencaci dan menyebut keburukan pemimpin di negeri ini. Mudah-mudahan tidak begitu, karena saya cuma berusaha memberi kritik dan saran agar negeri ini bisa lebih baik diurus oleh pemimpin yang ada sekarang atau yang sudah kita pilih sekarang ini dan oleh pemimpin yang akan kita pilih nanti, meski kadang dengan bahasa yang kasar dan mencaci. Bagi saya diam adalah sebuah dosa, ketika saya tahu ada langkah yang seharusnya diambil oleh pengurus negeri ini namun tidak diambil. Kebanyakan orang mungkin malas memikirkan apakah pengurus negeri ini sudah mengambil langkah yang benar atau tidak. Sehingga nampak bagi mereka apa yang dilakukan pengurus negeri ini sudah benar. Lihat saja bagaimana jalan raya di kota-kota besar dikelola. Meski jalan selalu berlubang atau lampu lalu-lintas banyak yang mati, tetapi kebanyakan orang tidak merasa itu sebuah kesalahan dalam pengelolaan jalan raya. Mungkin juga mereka berpikir bagaimana mungkin menilai kwalitas kerja penanganan bencana alam itu hanya dari media saja. Padahal menurut saya, jika setelah 2 hari bantuan belum datang, berarti ada yang salah dengan SOP-nya, atau bahkan nggak punya SOP? Padahal paling tidak sudah terjadi 3 kali bencana gempa bumi besar di negeri ini dalam 5 tahun terakhir ini. Kemana aja lu, jenderal?

Saya sudah menulis ‘cacian’ saya beberapa hari setelah bencana gempa dan tsunami Aceh di akhir tahun 2004 lalu (saat itu SBY baru terpilih menjadi presiden negeri ini). Meski pun belum pernah ada bencana alam sebesar Aceh di Indonesia, namun kisah-kisah bencana alam di negeri-negeri lain bukan soal yang asing lagi. Ini berkat teknologi media, terutama elektronik. Dalam dua hari setelah bencana, terlihat ada langkah yang kurang tepat jika dibandingkan penanganan bencana di negeri lain yang saya lihat melalui media televisi. Saya kira penanganan yang benar pada sebuah bencana alam bukan soal apakah negeri itu modern atau tidak, kaya atau tidak, berpengalaman dalam soal bencana atau tidak, tetapi ini adalah soal moral. Kalau lu nggak punya moral, maka lu pikir menyerahkan pusat komando upaya penanganan bencana pada orang yang sedang ditimpa bencana adalah sebuah langkah yang baik atau benar. Padahal orang yang tidak ditimpa bencana akan jauh lebih baik dan bisa melakukan upaya yang maksimal. Itu yang disebut tidak mampu mengelola resources yang ada.

Saya yakin atau saya tidak ragu untuk mengatakan, bahwa mengurus soal bencana alam adalah ‘gampang’, karena ini soal yang kelihatan. Apalagi pada saat terjadi bencana alam, sebagian besar orang bersatu untuk membantu korban dengan berbagai cara. Seharusnya menangani bencana alam jauh lebih mudah daripada menangani bencana sosial, ekonomi atau pun politik. Jadi kalau menangani bencana alam saja sudah morat-marit, bagaimana menangani bencana yang lain yang ‘kurang kelihatan’?

Sebaiknya nama negeri ini diganti saja dulu menjadi Negeri Morat-marit, hingga nanti kita memilih pemimpin baru yang lebih bermoral.

JAMES ADAM LAHREN DAN BATIK

http://www.facebook.com/inbox/readmessage.php?t=1242582057809#/note.php?note_id=165856559702
Saturday, October 3, 2009 at 2:45am

Saya punya pengalaman menarik mengenai batik.

Tahun 2000 ketika saya bekerja di sebuah proyek Asian Development Bank (ADB), saya memberi hadiah khusus, sepotong baju batik kepada seorang teman saya yang berulang tahun. Teman saya ini baru datang ke Indonesia dari Amerika untuk menggantikan team leader yang lama dari Belanda. Nama team leader baru ini, James Adam Lahren, berumur 65 tahun. Mengapa saya memberinya hadiah khusus? Itu karena Jim (begitu ia minta dipanggil) sejak hari pertama datang ke kantor itu adalah seorang teman yang khusus. Ini memang harus saya ceritakan terlebih dahulu sebelum saya bercerita tentang hadiah baju batik yang saya berikan pada Jim.

Akhirnya ia datang juga…. Begitu gumam beberapa orang di kantor, ketika pagi itu, kira-kira jam 9-an, Jim muncul di pintu kantor. Ia memang terlambat beberapa minggu untuk datang ke Indonesia. Bertampang bule (pasti). Jas dan dasinya nampak mahal, Italian style, gitu. Begitu juga sepatu kulit warna coklatnya. Sedikit gemuk, namun nampak seperti baru berumur 50-an akhir. Wajahnya nampak muram, tanpa senyum, gayanya seperti acting Robert DeNiro di film Cape Fear. Ini cocok dengan gambaran beberapa orang yang mengatakan Jim baru saja kehilangan anak laki-lakinya yang berumur sekitar 16 tahun dalam sebuah kecelakaan lalu-lintas. Saya berpikir, team leader baru ini nampaknya bakal nggak enak. Duka di keluarganya dibawa-bawa ke kantor. Ia nampak sombong dan tidak punya sense of humor.

Segera, boss saya (yang orang Indonesia) mengumpulkan semua staff di meeting room untuk berkenalan dengan Jim. Perkenalan dibuka oleh boss saya, kemudian giliran Jim mengenalkan dirinya dengan bercerita background pendidikannya dan pengalaman kerja yang kebanyakan di negeri-negeri Muslim, di negeri-negeri konflik dan di negeri-negeri miskin, seperti negeri-negeri Muslim di Afrika dan di Asia, seperti Pakistan (mantan CIA, barangkali). Oleh karena itu (ia berusaha meyakinkan semua orang) tidaklah mengherankan jika Jim yang non-Muslim bisa memimpin proyek ADB ini yang ditujukan untuk meng-upgrade sekolah-sekolah Islam tingkat SMA (Aliyah) di Indonesia. Entah mengapa, Jim lebih banyak bercerita tentang pengalaman bekerjanya di negeri-negeri miskin dan berkonflik. Ini sedikit membuat saya lega, karena ini mungkin caranya untuk merendah. Di sebuah kisahnya, ia menceritakan pengalaman bekerjanya di sebuah negeri di Afrika tentang bagaimana sederhananya peralatan yang tersedia waktu itu. Ia menyebut tidak ada mesin tik apalagi komputer. Report terpaksa ditulis dengan pensil dan di atas kertas bekas. Itu pengalamannya yang paling ekstrim, katanya.

Kemudian setelah selesai bercerita tentang pengalaman kerjanya, perkenalan dilanjutkan dengan staff yang lain. Setelah itu Jim bertanya, “by the way, where is my office”? tanyanya. “Right there”, boss saya menunjuk ruangan di sebelah meeting room yang dipisahkan dengan dinding kaca. Segera Jim bangkit dari tempat duduknya dan melongok ke ruangan yang akan menjadi ruangannya. “Why there is no computer?” Tanya Jim. Entah setan mana yang menggerakkan mulut saya, tiba-tiba saya yang menjawab pertanyaan itu dengan cepat: “I thought, you used to work with pencil and paper....” Jawab saya. Ya ampun, kenapa saya sinis begini. “Who said that?” Tanya Jim sambil memandang berkeliling semua staff. Mati lah gua! “I said that, Mr. Lahren,” kata saya dengan berat. Jim menatap mata saya, lalu bertanya “What is your name again?” Mampus, kata saya dalam hati. “Jojo, Sir. Jojo Rahardjo,” jawab saya lagi dengan berat. Masih dengan muka serius dan nampak marah, Jim berkata lagi: “Right after this, come to my office,” telunjuknya diarahkan ke muka saya dan kemudian ke arah ruangan di sebelah. Semua mata yang ada di ruangan itu menatap saya. Semuanya seperti berkata: “Lu sih…”

Untuk mempersingkat cerita, akhirnya saya menghadap Jim di ruangannya. Namun Jim cuma bertanya, beberapa soal yang tidak terlalu penting dan bertanya di mana saya biasanya makan siang. Lalu ia meminta saya untuk menemaninya makan siang di restoran di dalam hotel Borobudur yang letaknya bersebelahan dengan kantor saya. Hari itu adalah hari pertama ia berkantor, dan orang pertama yang diajaknya makan siang cuma saya. Aneh. Mungkin ini caranya untuk memarahi saya dengan bebas, bahkan mungkin akan memaki-maki saya nanti.

Saat makan siang ia banyak mengoceh mengenai banyak hal yang membuat saya terheran-heran, kapan saya akan dimarahin. “You are not gonna mad at me, aren’t you?” Tanya saya hati-hati mengungkit soal tadi pagi. “Why”? Tanya Jim. “You know what, Jojo", mukanya berubah serius. "I thought, I’m going to be bored to death, here, in Jakarta, but thank God, I have a nutty guy, here, you, Jojo! Ha..ha..ha..ha..ha...." Ia terbahak-bahak. Sialan, rupanya Jim lebih gila dari gue. Dari tadi gue takut dimarahin ternyata ia lagi ngerjain gue….

Memang terbukti, ia memang teman yang “gila”. Nyaris setiap Jumat malam, ia dan saya keluyuran listen to the live music di berbagai tempat di Jakarta. Di usianya yang hampir uzur, ia masih mampu “gentayangan” hingga jam 3 pagi. Meski begitu, Jim adalah bridge antara culture saya yang Asian Moslem dengan American culture yang secular-nya setengah-setengah.

Kembali ke baju Batik.

Beberapa bulan setelah “perkenalan gila” itu, Jim berulang tahun. Saya ingat kebanyakan orang asing yang bekerja di Indonesia selalu bangga dengan baju Batik yang dimilikinya, baik itu pemberian orang, maupun baju batik yang dibelinya sendiri (sebelumnya saya pernah bekerja di beberapa proyek FAO, ILO, UNDP, USAID sejak tahun 1988). Maka itu saya tidak ragu lagi untuk menghadiahi Jim sepotong baju Batik. Agar menarik perhatian orang, sengaja saya memutuskan untuk memberinya yang dominan warna merah. Dengan sedikit konsultasi dengan seorang teman yang mendalami Batik untuk mendapatkan patern yang tepat, maka saya beli sepotong baju Batik di sebuah toko khusus Batik di jalan Raden Saleh. Saya ingat harganya cukup mahal bagi saya, yaitu sekitar 25% dari gaji saya waktu itu.

Meski sudah melakukan riset kecil, saya tetap merasa tidak yakin dengan hadiah itu. Saya ingin, Jim merasa bangga dengan baju Batik berwarna merah itu. Saya pun meminta tolong kepada beberapa orang teman untuk membantu saya dengan bertanya kepada Jim tentang baju Batik yang diikenakannya, bahkan memujinya. Mereka berpura-pura, seolah-olah tidak tahu bahwa baju batik itu pemberian saya. Nampaknya trick itu berhasil. Matanya berbinar-binar, ketika ditanya tentang baju Batik itu, apalagi ketika dipuji.

Jim nampaknya tidak pernah memiliki baju batik yang lain. Jim selalu mengenakan baju Batik berwarna merah itu hingga bertahun-tahun kemudian. Nampaknya ia begitu bangga dengan baju Batik itu. Mungkin baju Batik pemberian saya itu memang baju Batik yang bagus atau cocok untuknya. Bahkan di tahun 2008 lalu, saat terakhir kalinya ia ke Indonesia sebelum ia ‘rest in peace’ karena kanker prostat, ia nampak mengenakan baju Batik warna merah itu sekali lagi dan untuk terakhir kalinya.

May God bless you and your Batik, Jim!

STATUS FB

Teman saya, Jennie Siat Bev, seorang intelektual Indonesia yang bermukim di Amerika, baru-baru ini menulis dalam status FB-nya begini: “akan mengurangi update status karena sangat mudah untuk dibukukan tanpa izin. Sampai kapan pelanggaran HAKI di Indonesia berlangsung kalau apapun yang kita utarakan ke publik langsung dianggap "public domain"?” Ia amat kecewa dengan perilaku tidak menghargai karya dan hak cipta orang lain. Tentu saya bisa juga merasakan kekecewaannya, karena salah satu tulisan saya di tahun-tahun akhir 90-an pernah digunakan oleh seorang penulis (saat itu ia masih penulis pemula) tanpa menyebut sumbernya. Hampir semua tulisan saya ditulis berdasarkan riset yang serius, karena saya tidak ingin tulisan saya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, saya amat kecewa dan marah, ketika ada orang menulis buku dengan menggunakan tulisan saya dan membuatnya seolah-olah ditulis oleh penulis itu. Bahkan saya lebih kecewa lagi, karena hingga kini ia bertahan dengan alasan yang seenaknya.

Jennie S. Bev adalah seorang intelektual yang produktif menulis. Sudah lebih dari 900 artikel dan 80 electronic and print books ditulisnya, sehingga status-statusnya pun isinya pasti tidak sembarangan. Meski Jennie tidak menyebutkan dengan jelas di mana statusnya digunakan oleh para pembajak itu, namun saya kira, status yang ditulis Jennie bisa mendongkrak nilai intelektual para pembajak itu jika digunakan sebagai status FB pula. Semoga mereka mendapat kecelakaan intelektual !

Di luar soal Jennie dan soal pembajakan karya cipta, saya ingin sedikit mengoceh secara ringan tentang status di FB.

Saya menggunakan FB hanya pada saat luang. Itu pun jika saya bersentuhan dengan komputer dan tentu saja dengan akses Internet yang masih tergolong sulit (untuk connect) atau lambat, karena saya tidak mampu membeli mobile broadband Internet. Itu sebabnya kadang saya tidak ber-FB hingga berhari-hari. Saya, tentu saja bisa ‘mengganti-ganti’ status saya melalui mobile phone saya, namun saya tidak menyukai menulis dengan susah payah melalui keypad telpon saya yang tidak “qwerty”.

Sebagaimana di dunia nyata, status FB pun bisa menggambarkan penulisnya. Memang, menulis status bisa dipengaruhi oleh mood, sehingga tidak boleh pula sembarangan menilai orang dari status FB-nya. Itu sebabnya saya berusaha untuk membatasi isi status saya hanya mengenai pengelolaan negeri ini. Saya rela kehilangan teman di FB, karena saya cenderung bersikap negatif terhadap pengelola negeri ini. Saya juga lebih rela disebut sebagai tukang protes, tukang komplain dan lain-lain yang jelek-jelek dibanding saya menulis status tentang diri saya sendiri atau tentang orang-orang di ring 1 atau 2 di sekitar saya, atau juga menulis tentang sedang berada di mana saya.

Setiap hari, saya (begitu juga berjuta-juta orang lain) harus menjalani hidup di Jakarta yang dikelola oleh para baboon geblek. Mereka dipilih karena bisa membayar perusahaan konsultan politik, misalnya LSI, agar bisa mendongkrak mereka menjadi pejabat publik, padahal kwalitas mereka sebagai pemimpin dan sebagai manusia cuma baboon geblek doang. Setiap hari itu lah saya mengeluh, dan saya pikir itu harus saya tuangkan ke dalam status FB saya dengan harapan, meski amat tipis, akhirnya bisa membangun kesadaran bahwa negeri ini telah “salah urus”. Itu cuma salah satu dari langkah-langkah kecil yang bisa saya lakukan di waktu luang melalui FB.

Salah satu contoh bagaimana “salah urus”yang sudah dianggap soal yang normal adalah, rusaknya atau matinya begitu banyaknya traffic light di Jakarta. Ini seharusnya menjadi soal besar bagi warga Jakarta, karena ini menggambarkan adanya korupsi di negeri ini dan dibiarkan. Mengapa dibiarkan? Tentu karena ada begitu banyak kasus korupsi yang tidak bisa diselesaikan, sehingga korupsi trafffic light menjadi soal yang terlihat kecil dan normal. Kasus korupsi di mana-mana bukan soal sistem, tetapi soal kepemimpinan. Dengan kata lain, kita masih belum menemukan pemimpin yang nggak geblek dan nggak berkwalitas baboon.

PERBUATAN SETAN TERKUTUK YANG DILAKUKAN OLEH ORANG 'SALEH'

http://www.facebook.com/inbox/readmessage.php?t=1242582057809#/note.php?note_id=122315109702
Friday, July 17, 2009 at 11:06pm

Akal sehat kita sebenarnya bekerja amat sederhana

Akal sehat kita akan bertanya: Nabi mana yang akan melakukan atau memberikan pembenaran pada kekerasan massive seperti yang baru saja terjadi di Mega Kuningan?

Ketika bom Bali dan berbagai bom lain di Indonesia beberapa tahun lalu meledak, kita menyebutnya sebagai perbuatan setan terkutuk dan bukan sebuah cara berperang suci dari sebuah agama besar, meski kemudian pelakunya mengaku bertujuan untuk membela sebuah agama besar.

Sekali lagi, nabi manapun jika masih hidup tidak akan melakukan itu dan tidak akan memberi pembenaran pada apa yang sudah dilakukan setan terkutuk itu. Namun persoalan menjadi rumit, ketika profile pelaku diungkap. Pelaku menjalani hidup yang tergolong penuh 'kesalehan' atau tidak terjebak pada keduniawian. Hanya satu cara berpikir mereka yang berbeda dan terus-menerus dihidupkan sepanjang waktu yaitu mereka menganggap selalu dalam situasi perang. Mereka selalu menganggap dalam situasi dianiaya oleh pihak-pihak yang lebih besar dan lebih berkuasa atau lebih merajalela. Namun secara umum mereka adalah orang yang baik.

Lalu bagaimana mereka bisa terjebak pada cara berpikir mengenai cara berperang melawan musuh mereka dengan cara melakukan kekerasan massive secara acak seperti yang sudah sering mereka lakukan? Bagaimana mungkin seorang yang menginginkan dunia yang saleh dan menjalani kehidupan 'saleh' bisa menjadikan orang-orang tidak berdosa, orang-orang tidak tahu apa-apa, orang-orang dari golongan mereka sendiri, anak-anak dan wanita, bahkan dalam jumlah yang tidak terbayangkan banyaknya sebagai 'sasaran antara' ?

Tentu, ilmu sosial, ilmu politik, dan ilmu jiwa bisa menjawab pertanyaan di atas. Namun pasti tidak memuaskan kita, karena ilmu-ilmu itu belum atau tidak digunakan secara maksimal untuk mencegah orang-orang dari terjangkiti cara berpikir setan terkutuk itu.

Bisakah agama menjadi jawaban atau solusi? Bukankah cara berpikir para pelaku itu berakar dari agama? Lalu mengapa agama bisa memberikan inspirasi pada cara berpikir setan terkutuk? Begitu kuatkah setan terkutuk dibanding ajaran agama?

Akhirnya....

Berbagai agama selalu mengingatkan manusia untuk menghindari atau membentengi diri dari setan. Barangkali setan yang dimaksud agama adalah cara berpikir seperti yang telah menjangkiti pelaku bom itu. Sehingga pekerjaan besar bangsa ini adalah bagaimana membinasakan setan atau cara berpikir yang menjangkiti para pelaku bom itu.

Jojo Rahardjo

Thursday, June 25, 2009

Wednesday, June 10, 2009

JAKSA KONYOL BIKIN ULAH DI KASUS PRITA MULYASARI

MediaKonsumen, Rabu, 10 Juni 2009

Kasus Ibu Prita Mulyasari dengan RS Omni Internasional Alam Sutera Tangerang Selatan tentu menarik perhatian kita semua. Bukan hanya pembaca MediaKonsumen ini, tetapi kasus Prita pasti menarik perhatian banyak orang yang hampir pasti pernah berurusan dengan rumah sakit. Apalagi sejak lebih dari sepuluh tahun belakangan ini semakin banyak saja bermunculan rumah-rumah sakit yang mengklaim dirinya sebagai bertaraf internasional, tapi ternyata cuma tarifnya saja yang internasional, sedangkan mutu layanannya tetap ndeso dan minteri.

Sudah banyak kisah-kisah pilu dari pasien yang merasa tidak mendapatkan layanan yang sepatutnya, bahkan keluarga pasien diterkam hutang kepada rumah sakit meskipun sakit pasien bertambah parah bahkan tewas. Sebagian dari kasus pilu ini muncul di media massa, namun bukannya berhenti atau berkurang, tetapi rumah-rumah sakit itu ternyata semakin arogan dan malah over confidence di kasus Prita.
Memang pada awalnya kasus Prita diangkat sebagai kasus kebebasan berpendapat yang dengan mudah bisa dirampas dengan menggunakan UU ITE. Namun belakangan melalui berbagai wacana, ternyata UU ITE pasal 21 ayat 3 tidak dapat digunakan untuk membatasi orang untuk berpendapat di media elektronik apalagi digunakan untuk memenjarakan orang. Ada undang-undang lain dan peraturan lain yang bisa membuat UU ITE pasal 27 ayat 3 ini tidak diterapkan dalam kasus Prita, misalnya UU Perlindungan Konsumen. Pasal dari UU ITE ini dikenakan secara konyol oleh Jaksa yang menangani kasus Prita. Jaksa Agung telah menyebut jaksa yang menangani kasus ini sebagai tidak profesional. Sayangnya ketidakprofesionalan jaksa ini mengapa berpihak pada yang besar dan punya duit?

Saya amat tidak yakin ketika pertama kali membaca e-mail tentang kasus Prita, bahwa ada seorang Ibu ditahan karena menulis keluhan di sebuah mailing list (akhirnya tulisan itu muncul di mana-mana, termasuk di MediaKonsumen ini dan Detik). Ibu itu ditahan karena sedang diperkarakan oleh RS Omni. Saya tidak yakin ada sebuah rumah sakit besar berani “bermain-main” dalam soal citranya, karena ini akan menjadi bumerang bagi rumah sakit itu. Tapi ternyata memang rumah sakit Omni memang sedang “bermain-main” dengan citranya. Namun saya menjadi tidak heran setelah melihat berita di Suara Merdeka CyberNews tanggal 5 Juni lalu: http://www.suaramerdeka.com/beta1/index.php?fuseaction=news.detailNews&id_news=30015 mengenai bagaimana RS Omni memperlakukan jaksa dan polisi di rumah sakitnya, yaitu pelayanan gratis sebagaimana yang diberitakan. Barangkali RS Omni merasa sudah memiliki jaksa dan polisi yang pasti memihaknya jika ada pasien mencoba “main-main” dengan RS Omni.

Hampir mirip dengan apa yang dilakukan Ibu Prita, saya pernah “menjelek-jelekan” Citibank di berbagai media, namun saya tidak pernah diperkarakan oleh Citibank sebagai telah mencemarkan namabaiknya. Sebagaimana yang sudah saya tulis di MediaKonsumen ini dalam beberapa tulisan, saya pernah mengeluhkan bagaimana Citibank menerapkan perhitungan bunga kepada pemegang kartu kreditnya. Bahkan saya memperkarakannya ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Ternyata di dalam sidang, BPSK memutuskan Citibank berada di pihak yang benar. Sayang, saya tidak punya waktu dan energi untuk meneruskan berperkara dengan Citibank, padahal saya yakin masih banyak kesalahan Citibank yang belum diperkarakan, seperti tidak memenuhi hak saya atas informasi yang saya minta. Meski kalah, dan telah menulis banyak kejelekan Citibank di MediaKonsumen ini dan tersebar di berbagai media, tetapi Citibank “tidak berani” memperkarakan saya sebagai telah mencemarkan namabaiknya sebagaimana RS Omni lakukan terhadap Ibu Prita. Itu karena akan jadi bumerang bagi Citibank, sebagaimana itu sekarang menjadi bumerang bagi RS Omni.

Kasus Prita bagi saya adalah sebuah pelajaran berharga bagi kita yang selalu setiap hari ingin membangun sikap kritis sebagai konsumen. Jika kita akan membeli jasa atau barang apa pun, sebaiknya kita melakukan sedikit riset kecil terlebih dahulu. Internet dan MediaKonsumen telah mempermudah kita melakukan riset kecil itu. Meski kadang hasil riset yang kita lakukan tidak memenuhi harapan. Sebagai contoh adalah ketika saya sedang mencari layanan Mobile Internet yang paling baik. Ternyata saya menemukan di MediaKonsumen atau melalui googling semua produk Mobile Internet selalu ada keluhannya. Bahkan yang mahal sekali pun, seperti Telkomsel Flash tidak mau (tidak bisa) menjawab pertanyaan dan keluhan saya di nomor telpon yang disediakan, di alamat e-mail yang disediakan dan termasuk di MediaKonsumen ini.

Saya berharap Kasus Prita akan membuat kita semakin rajin menulis di MediaKonsumen ini atau di media mana pun untuk menunjukkan bahwa konsumen memiliki hak untuk berpendapat atau bahkan membentuk opini terhadap sebuah perusahaan, produk atau jasa. Sehingga tidak akan ada lagi perusahaan arogan seperti RS Omni yang terlalu percaya diri telah memiliki polisi atau jaksa-jaksa konyol yang akan membela mereka hingga ke liang kubur ketika seorang Prita Mulyasari menulis di sebuah mailing list.

Ini bukan jaman Suharto lagi, ini jaman Teknologi Informasi, bung!

Jojo Rahardjo

ADAM DAN HAWA DI DALAM FILM "KNOWING"

MediaKonsumen, Jumat, 29 Mei 2009

Saya baru menonton film yang sebelumnya saya kira sebuah film misteri, film tentang kejadian supranatural atau film science-fiction. Akhir-akhir ini saya memang jarang membaca ulasan-ulasan tentang film yang beredar. Sehingga beberapa waktu yang lalu saya memilih secara asal sebuah film yang berjudul “Knowing”. Namun demikian sebelumnya saya sempat membaca sinopsis film ini di website Cinema 21 yang menggambarkan film ini adalah sebuah fiksi supranatural mengenai ramalan tentang bencana-bencana di Bumi yang bakal terjadi.

Kisahnya bermula di tahun 1958 di sebuah sekolah dasar di Amerika. Seorang anak perempuan bernama Lucinda, tidak membuat gambar tentang masa depan sebagaimana yang diperintahkan oleh ibu gurunya. Ia malah menulis sederet angka-angka acak tanpa makna sehalaman penuh dan bolak-balik. Tugas membuat gambar itu dimaksudkan oleh sekolah untuk menjadi sebuah kenang-kenangan dari sekolah itu tentang imajinasi apa yang dapat dibuat seorang anak.
Gambar-gambar ini kemudian disimpan dalam sebuah tabung kedap udara dan dikubur atau disimpan di dalam tanah untuk dibuka kembali 50 tahun kemudian, yaitu di tahun 2009.

50 tahun kemudian tabung itu dibuka kembali dan halaman berisi deretan angka-angka yang dibuat Lucinda diberikan kepada seorang anak laki-laki, Caleb yang bersekolah di tempat yang sama. John Koestler, ayah Caleb secara tak sengaja melihat halaman berisi angka-angka milik anaknya ini dan tertarik untuk mencari tahu arti deretan angka-angka ini. Karena John adalah seorang profesor astrofisika dan dengan melakukan Googling, tidak sulit bagi John untuk menemukan bahwa deretan angka-angka itu adalah angka-angka yang menunjukkan tahun-tahun dan tanggal kejadian beberapa bencana di Bumi beserta angka jumlah korban dalam 50 tahun terakhir ini. Artinya saat deretan angka-angka ini ditulis, bencana-bencana itu belum terjadi namun sudah dituliskan di kertas itu atau diramalkan. Namun ketika John mencoba mendiskusikannya dengan teman sejawatnya, temannya menganggap angka-angka itu cuma ”kebetulan” belaka. Deretan angka-angka itu cuma mirip dengan tanggal-tanggal kejadian bencana dan jumlah korbannya, karena menurut dia hanya separuh dari deretan angka-angka itu yang bermakna seperti itu. Sementara sisanya tidak memiliki arti apa-apa. Menurut temannya, John hanya masih sedih dan bingung dengan kematian istrinya beberapa tahun lalu. Kondisi depresi ini mungkin membuat John kehilangan kemampuan berpikir jernih ketika melihat sederetan angka-angka aneh itu. Pada babak ini, penonton dibuat penasaran dengan apa selanjutnya yang akan muncul.

Singkat cerita, John akhirnya menemukan arti dari sisa deretan angka-angka yang sebelumnya tidak memiliki makna itu, yaitu ternyata adalah nomor kordinat lokasi di permukaan bumi atau longitude dan latitude (angka lintang utara-selatan dan bujur barat-timur) yang menunjukkan lokasi di mana bencana-bencana itu terjadi selama 50 tahun terakhir ini. Sehingga lengkap lah ramalan bencana-bencana itu, kecuali masih ada 3 bencana lagi yang belum terjadi. Bencana apa itu? Dan akan kah bencana-bencana itu berhubungan langsung dengan tokoh-tokoh di dalam film ini?

Sejak awal hingga tiga perempat bagian, film ini biasa-biasa saja. Karena yang baru atau original cuma deretan angka-angka itu. Film ini cuma seperti film-film misteri biasa atau science-fiction (X-Files the series, atau Contact the movie) atau film-film mengenai kejadian supranatural. Saya berharap film ini misalnya mengenai sesuatu pengungkapan yang berani tentang fakta sejarah yang terkubur lama, misalnya seperti di film Passion of the Christ.

Tapi Film ini menjadi lebih menarik di bagian akhir, setelah muncul sosok mirip manusia, tetapi digambarkan seperti sosok bercahaya. Tentu berkat teknologi special effect sekarang, sosok ini digambarkan sebagai makhluk yang terbentuk dari cahaya, bukan sosok yang bercahaya. Pembuat film ini nampaknya memang sengaja ingin penontonnya melihat sosok ini bergerak dan berperilaku seperti cahaya. Mungkin maksudnya agar kita menafsirkan sebagai malaikat atau makhluk ET yang jauh lebih extraordinary atau advance daripada yang digambarkan di film-film sebelumnya seperti di film Extra Terrestrial atau film Artificial Intellingence. Tokoh bercahaya ini menjadikan film ini mulai berbeda arahnya. Namun demikian film ini bukan “Contact” yang penuh dialog “ketuhanan” meski pun dengan bahasa science. Ada memang beberapa adegan di dalam film Knowing ini yang dialognya hanya akan menyentuh penonton yang memiliki kepekaan terhadap soal-soal determinism atau takdir di dalam ilmu fisika. Simak sebuah dialog di dalam film ini: “The teory of Randomness said, it’s all simply coincidence. There is no grand meaning”.

Lebih menarik lagi pada bagian paling akhir, karena ternyata film ini seperti mau mengolok-ngolok kepercayaan umat manusia yang usia kepercayaan itu sudah beribu-ribu tahun lamanya, terutama sejak jaman Nabi Ibrahim (Nabi yang diakui oleh 3 nabi setelahnya, Musa, Isa, dan Muhammad). Selama ini kita kita dijejali sejak kecil kepercayaan tentang bagaimana kehidupan manusia bermula, yaitu bermula dari Adam dan Hawa. Sebagai bumbunya, kadang Adam diceritakan dibuat dari tanah liat kemudian ditiupkan ruh ke dalamnya. Lalu Hawa dibuat dari tulang rusuk Adam. Cerita-cerita seperti itu akrab dengan kita sejak kecil. Cerita itu tentu bukan berdasarkan ilmu pengetahuan yang bisa dicarikan bukti empiriknya, tetapi lebih seperti kisah-kisah yang sering diselipkan di dalam ajaran agama. Meski demikian ada juga versi dari agama yang dibuat lebih bernuansa science mengenai asal-muasal manusia atau mengenai Adam dan Hawa ini.

Konsep Adam dan Hawa di dalam film ini sebenarnya memang bukan konsep yang original, karena sudah ada perdebatan panjang bernuansa science di luar dunia fiksi dan film mengenai konsep Adam dan Hawa. Namun penyelipan konsep ini ke dalam sebuah film ternyata bisa menjadi sebuah film yang menghibur dan penonton tidak menduga arah cerita hingga menjelang bagian akhir film ini. Penonton dibuat mengira sedang menonton sebuah film misteri biasa atau film tentang supranatural biasa atau science-fiction. Tetapi di bagian akhir penonton dibuat surprise, karena ternyata film ini base on sebuah konsep lama mengenai asal-muasal manusia atau konsep Adam dan Hawa. Tetapi mungkin bisa juga pembuat film ini hanya menyelipkan kisah Adam dan Hawa agar film ini menjadi menarik. Nampaknya itu yang memang diharapkan oleh pembuat film ini seperti yang dikatakan oleh pembuat film ini: “Knowing will be the kind of film that starts conversations that continue long after the audiences have left the theater”.

Cerita di film ini memang tidak rumit, bahkan terkesan ragu-ragu dalam mengambil tema cerita. Film ini pada bagian akhirnya juga boleh disebut sebagai film tentang kiamat di Bumi seperti film Armagedon atau film Deep Impact, tetapi sejak awal penonton dibuat terkecoh ke dalam misteri deretan angka. Hanya di bagian akhir film ini saja tergambar bagaimana planet Bumi hancur dan kehidupan di dalamnya musnah oleh adanya badai matahari besar. Tidak ada dialog yang panjang mengenai bagaimana kiamat itu akan terjadi dan tidak seperti Armagedon dan Deep Impact, tidak ada perjuangan untuk mencegah kiamat itu.

Bagian akhir film ini bercerita tentang bagaimana kehidupan di Bumi yang akan binasa yang disebabkan oleh adanya badai matahari yang luar biasa besar di tahun 2009 ini (sebenarnya memang ada ramalan astrophisic bahwa di tahun 2012 nanti akan ada badai matahari besar namun tidak mengakibatkan kiamat). Radiasi sinar matahari akan menjebol athmospher sehingga permukaan Bumi langsung menyala terbakar. Hanya akan sedikit organisme yang bisa bertahan hidup dalam kondisi terpapar radiasi langsung matahari ini, bahkan hingga 1,5 km di bawah permukaan Bumi. Situasi ini mungkin sama dengan banyak gambaran kiamat dari beberapa agama. Cuma bedanya, kiamat ini bisa diramalkan tanggal dan jamnya. Lalu bagaimana dengan kelangsungan hidup manusia? Ini kah Hari Akhir, Judgement Day, Doomsday, Hari Kiamat?

Ternyata sudah ada 2 orang yang dipilih sejak lama untuk menjadi penerus umat manusia yang akan musnah di bumi tadi. Mereka dipilih oleh makhluk-makhluk bercahaya tadi. Sebagaimana sudah disebut sebelumnya, pembuat film ini mungkin ingin penonton berpikir makhluk-makhluk itu adalah malaikat, meski menurut kacamata science, mereka adalah para aliens yang peduli dengan kelangsungan kehidupan manusia, namun dengan kecerdasan sangat advance ini lah mungkin mereka boleh disebut sebagai malalikat (yang akhirnya memiliki moral yang tinggi). Aliens ini telah memilih 2 orang pria dan wanita untuk menjadi “Adam dan Hawa” dari sekian milyar manusia di Bumi untuk melanjutkan kegiatan beranak-pinak umat manusia di planet lain yang digambarkan oleh film ini mirip dengan paradise sebagaimana gambaran tentang paradise dari beberapa agama.

Saya mungkin memang cenderung cynical, sehingga saya menganggap film ini adalah olok-olok buat kita yang percaya pada kisah Adam dan Hawa tanpa mempertimbangkan science tentang asal-muasal alam semesta, Bumi, dan umat manusia di planet Bumi ini. Meski olok-olok, tapi saya kasih acungan jempol, karena film ini memiliki sense of humour yang tinggi karena bisa mempermainkan kita di dua pertiga film dan memberi kejutan yang cerdas di bagian akhir.

20 April 2009

Jojo Rahardjo

ANTASARI, POLITIK DAN POLISI

MediaKonsumen, Jumat, 29 Mei 2009

Antasari tersangka otak pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen?

Nampaknya banyak media lebih suka mengumbar motif pembunuhan ini adalah soal berebut perempuan dibanding motive yang lain. Mungkin karena tuntutan pasar. Meskipun Antasari sudah ditangkap, kepolisian tentu saja masih belum yakin dengan motive pembunuhan ini. Juga tentu saja bukti-bukti belum tersedia.

Lebih seru lagi kalau ternyata Antasari dijebak (atau lebih tepat dijerumuskan) ke dalam peristiwa pembunuhan ini karena urusan pemberantasan korupsi. Bisa jadi, Antasari dijerumuskan karena ada yang sakit hati karena telah menjadi korban Antasari atau karena sedang terancam oleh Antasari.

Antasari, bagaimanapun adalah seorang yang kontroversial. Antasari sebelum jadi ketua KPK pernah di Kejagung dan pernah bikin beberapa kegemparan yang bisa disebut juga sebagai tidak bersih.

Di tengah kontroversi itu, Antasari di KPK memberantas beberapa kasus korupsi (sebagian kecil saja) di Indonesia. Yang menarik, dulu, SBY entah kenapa pernah berkomentar aneh waktu KPK menangkap Amin Nasution. Komentarnya kira-kira begini: "memberantas korupsi jangan dengan cara menjebak". Komentar SBY ini terkesan asal bunyi dan terkesan nggak mendukung pemberantasan korupsi. Padahal ternyata kemudian terungkap Amin memang telah diburu dan dikuntit berbulan-bulan lamanya hingga tertangkap basah lagi jadi maling.

Antasari juga tidak diragukan lagi pernah berseteru hebat dengan baboon-baboon yang ada di gedung bundar saat kasus Artalita Suryani dan sejumlah jaksa agung muda “tertangkap” melakukan hubungan "terlalu intim". Artalita ini adalah kaki-tangan Syamsul Nursalim, salah satu perampok BLBI dan Jaksa Urip Tri Gunawan yang tertangkap tangan sedang makan suap waktu itu adalah ketua tim 35 yang menangani kasus dana BLBI Sjamsul Nursalim dan Anthony Salim (lihat tulisan saya sebelumnya di: http://jojor.blogspot.com/2008/06/kenaikan-bbm-dan-kejaksaan-agung.html ).

Saya jadi ingat seorang kriminolog Indonesia beberapa waktu yang lalu yang memberikan analisa tentang pembunuhan Nasrudin ini. Sayangnya saya lupa di mana saya baca itu. Dia bilang, di setiap negeri yang sedang menjelang peristiwa nasional seperti pemilu, sering terjadi kasus-kasus yang mengerikan seperti pembunuhan berlatar belakang politik. Nampaknya ada orang-orang yang memiliki uang dan kekuasaan yang dalam keadaan panik mudah sekali mengeluarkan watak psikopat-nya. Sigid Haryo (jika terbukti sebagai salah satu otak) adalah salah satu psikopat itu.

Sedangkan kriminolog dari Universitas Indonesia, Adrianus Meliala, menduga Nasrudin memang tipe pejabat yang mengutamakan lobi dalam memuluskan pekerjaannya. Hal ini misalnya tecermin dari intensitasnya bermain golf dan kerap mendapatkan proyek dengan cara kolusi. "Jadi, Nasrudin ini memang agak preman. Istrinya tiga. Pasti orientasi orang ini bukan kencan, tapi untuk lobi," ujar Adrianus, Rabu (6/5), kepada Kompas.com ( http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/05/06/10012234/antasari.diduga.habisi.nasrudin.karena.terancam ).

Antasari pun mengendus hal ini dan merasa terancam. Jika korban membongkar kisah asmaranya dengan seorang caddy muda, bukan saja reputasi dan jabatannya yang melayang, komisi antikorupsi yang dipimpinnya pun akan tercoreng.

Mantan Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI ini pun berusaha membungkam korban dengan berbagai cara. "AA mengerti karakter Nasrudin sehingga tidak berani bermain-main," ujarnya.

Tapi ingat! Ada hal yang lebih amat mengerikan dari peristiwa pembunuhan ini, yaitu terlibatnya seorang Kombes Polisi, mantan Kapolres Jakarta Selatan, WW. Jika perwira polisi ini memang betul menjadi kordinator lapangan dalam pembunuhan ini, maka di mana lagi rasa aman bisa diperoleh oleh orang biasa seperti saya? Mengapa seorang perwira polisi, mudah sekali untuk dijerumuskan atau dimanipulasi untuk melakukan sebuah perbuatan yang bisa menjadi bencana nasional yaitu hilangnya rasa aman dan kepastian hukum ( http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/05/08/04195686/Kombes.Wiliardi.Merasa.Dijebak ).

Mari kita lihat kelanjutannya di media! Tapi saya ingatkan jangan berharap anda akan mendapatkan kebenarannya dalam waktu dekat ini atau bahkan bertahun-tahun kemudian. Ini politik, bung!

Jojo Rahardjo