Saya politikus? Ha..ha..ha.. saya lebih suka disebut sastrawan mbeling yang memotret situasi di sekitar saya dalam bentuk tulisan....
Welcome to my blog, anyway!

Search This Blog

Wednesday, January 10, 2007

DUNIA TRANSPORTASI INDONESIA DAN HARGA SEBUAH KECELAKAAN?

http://www.mediakonsumen.com/Artikel338.html 7 Januari 2007

Rasa prihatin saya yang sedalam-dalamnya untuk para korban kecelakan laut dan udara yang baru saja berjatuhan di Indonesia.

Banyak yang menyebut pada masa pemerintahan SBY banyak bencana dan kecelakaan terjadi yang merenggut banyak korban jiwa. Bencana dan kecelakaan adalah Tuhan yang menentukan, siapa pun pemerintahannya. Jadi bukan karena ini masa SBY atau bukan. Juga bukan karena ini masa Hatta Radjasa atau bukan. Namun demikian usaha kita dalam mengatasi atau menghadapi bencana dan kecelakaan, dan bahkan kesiapan kita dalam menghadapi bencana dan kecelakaan yang mungkin atau kita perkirakan akan muncul adalah menunjukkan kualitas kita sebagai manusia atau bangsa....

Banyak yang masih ingat bagaimana KM Lampung akhir November 2006 lalu di selat Sunda terbakar.... Para awak kapal kocar-kacir menyelamat diri sendiri dan lupa dengan peralatan keselamatan bagi penumpang di kapal itu. Itupun kalau bisa digunakan jumlahnya amat sedikit. Lebih parah lagi, ternyata unit-unit penyelamatan penumpang dari pelabuhan Merak bekerja amat tidak maksimal, padahal kebakaran itu masih dekat dengan pelabuhan, bagaimana kalo sudah jauh? Maka sekarang yang terjadi adalah seperti yang kita saksikan di hari-hari terakhir ini pada kapal Senopati di laut Jawa. Para penumpang dipersilahkan untuk menyelamatkan dirinya sendiri-sendiri.... Yang nggak bisa berenang, silahkan mati, dan yang bisa berenang, silahkan capek menunggu diselamatkan sampai keriput dimakan air laut....

Sejak dulu saya berpikir, ada satu hal yang bisa dijadikan ukuran bagi sebuah kapal yang layak laut, yaitu toilet. Jika tidak mampu menyediakan toilet yang baik, maka bisa dipastikan awak kapal juga tidak mampu menyediakan fasilitas penting lainnya, terutama fasilitas untuk situasi darurat, seperti pelampung, sekoci termasuk penguasaan terhadap standard operational procedure-nya. Jika anda pernah menyeberangi selat Sunda atau Bali, toiletnya sangat jorok. Meski kapal ferynya bagus, dan toiletnya bersih, silahkan tunggu sampai 30 menit, nanti baunya akan luar biasa karena air untuk membilas biasanya akan cepat habis setelah dipakai beberapa orang saja.

Setelah malapetaka KM Lampung itu, departemen perhubungan sudah dikritik dengan amat keras dan berkali-kali, ternyata departemen yang dipimpin oleh orang dari salah satu partai politik di Indonesia itu tidak melakukan apa-apa yang berarti untuk keselamatan penumpang (apalagi kenyamanan). Rakyat kecil yang biasa menggunakan kapal laut atau kapal penyeberangan mungkin cepat lupa pada malapetaka di Selat Sunda itu (karena nggak punya pilihan), tapi seharusnya departemen Perhubungan tidak boleh cepat lupa hingga tiba-tiba malapetaka kapal Senopati menyeruak ke hadapan kita. Rakyat yang tidak memiliki pilihan akan terus menaiki kapal-kapal itu buruk atau baik, nyaman atau seperti penggorengan, indah atau bau, bahkan pencabut nyawa atau bukan....
Menteri perhubungan ini memang sedang mendapat “tugas maut” untuk mempertontonkan kebegoannya sejak pertama kali menjabat dan terutama beberapa hari terakhir ini. Ketika korban kapal Senopati belum lagi tertolong, hilang pula pesawat Adam Air dari Surabaya ke Menado. Proses pencarian pesawat Adam Air ini terus diberitakan oleh berbagai media termasuk mengenai langkah-langkah ngawur menteri perhubungan yang menimbulkan tanda-tanya banyak orang, misalnya mengenai bagaimana mungkin menteri perhubungan begitu gampang mengadakan konferensi pers untuk menyampaikan hal-hal yang belum dikonfirmasi, yaitu mengenai penemuan letak jatuhnya pesawat Adam Air 2 hari setelah jatuh (ternyata salah). Kok, kayak para artis Indonesia yang gemar tampil diwawancara untuk soal-soal nggak penting.... Ini kan soal negara yang nggak mungkin dipimpin oleh seorang yang amat tidak cermat terhadap informasi yang ada dan langkah yang harus diambil dalam situasi darurat, kecuali keselamatan dan nyawa bukan soal penting bagi Pak Menteri.

Menteri Perhubungan pun sempat berpolemik di media dengan pihak menara kontrol di Makasar tentang radar yang katanya rusak, padahal pihak menara kontrol mati-matian membantahnya. Entah dapat informasi dari mana Menteri ini tentang radar yang rusak....
Mungkin, sudah banyak yang lupa dengan kecelakaan pesawat Mandala yang terjadi di Bandara Polonia Medan, September 2005 silam. Lepas dari penyebab kecelakaan (yang juga human error), ada pelajaran yang amat menonjol dari kecelakaan itu, yaitu sebuah kecelakaan udara (dan di sekitar Bandara pula) ditangani oleh orang-orang yang tidak dilatih dan tidak memiliki pengetahuan untuk menghadapi sebuah pesawat yang celaka. Mereka juga tentu tidak dilengkapi dengan peralatan yang memadai. Akibatnya korban jatuh sebanyak 101 penumpang tewas dan 42 orang penduduk tewas.... yang menurut saya jumlah korban tewas dan celaka bisa dikurangi jika ada sebuah resque team yang sebenarnya di setiap bandara di Indonesia. Resque team, mahal? Mewah? Mungkin itu yang ada di dalam pikiran departemen perhubungan sehingga resque team bukan menjadi prioritas untuk dipikirkan. Padahal setiap terjadi kecelakaan pesawat berapa banyak sumber daya kita yang terkuras ke sana, belum lagi waktu yang terbuang.... Eddy Budi Setiawan, pemerhati dunia penerbangan, Alumni Teknik Penerbangan – ITB mengatakan bahwa mengenai hal keselamatan penerbangan : "If you think safety is too costly, try an accident !" ( http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0905/08/cakrawala/utama01.htm )
Sebenarnya apa yang seharusnya dilakukan oleh menteri perhubungan setelah malapetaka yang beruntun terjadi ini?

Saya kira amat sederhana dan klise, yaitu menerapkan aturan dan undang-undang yang sudah ada. Ya, memangnya apa lagi yang harus dilakukan kalau bukan itu? Misalnya, bagaimana mencegah penumpang yang over-capacity adalah sebuah contoh penerapan aturan yang sudah ada. Kalau itu tidak bisa dilakukan, berarti sekali lagi dan satu departemen lagi telah mempertontonkan adanya korupsi.

Korupsi adalah hambatan terbesar departemen perhubungan untuk bekerja maksimal. Contoh korupsi di departemen perhubungan adalah lihat saja di jalan-jalan raya terutama di jalan-jalan kecil.... Mengapa jajaran departemen perhubungan yang terbawah diberi kesempatan untuk menjadi tukang palak bagi truk, kendaraan umum termasuk kendaraan bak terbuka. Mereka menyetop kendaraan umum itu untuk meminta bayaran tanpa memberikan karcis. Bukankah sudah ada pajak kendaraan yang dibayar setiap tahun? Mengapa mereka harus membayar pajak lagi? Apalagi pajak itu hanya akan masuk ke kantong para sontoloyo di departemen perhubungan.

Satu pesan penting saya untuk menteri perhubungan dan menteri lain, termasuk presiden agar jangan melakukan sidak-sidak, karena itu seharusnya bukan pekerjaannya. Menteri seharusnya adalah seorang konseptor atau panglima perang yang berada di markas besar untuk menentukan strategi, bukan selebriti yang senang melakukan sidak untuk tampil di media.

Jojo Rahardjo

No comments: