Saya politikus? Ha..ha..ha.. saya lebih suka disebut sastrawan mbeling yang memotret situasi di sekitar saya dalam bentuk tulisan....
Welcome to my blog, anyway!

Search This Blog

Thursday, April 15, 2010

TIKUS JALANAN DAN TIKUS TRUNOJOYO

Pagi itu, Jumat, 9 April, jam 04:00 pagi, dua orang sepupu saya bergegas menaiki sepeda motornya bernomor E XXXX RI dari rumah saya di kawasan Kalimalang untuk kembali pulang ke kotanya di Indramayu setelah 5 hari bekerja di Jakarta sebagai tukang listrik. Kira-kira 1 jam kemudian, mereka memasuki wilayah Cikarang. Di sebuah lampu merah mereka didatangi 3 orang yang menurut mereka adalah polisi, karena 3 orang ini mengaku polisi dan bergaya serta berbicara seperti polisi, sebagaimana yang mereka ceritakan kepada saya. Tiga orang yang mereka sangka polisi itu sebenarnya menggunakan jaket sehingga menutupi baju di baliknya apakah seragam kepolisian atau bukan dan tentu saja nama mereka juga tidak terlihat. Tiga orang ini meminta untuk melihat STNK dan SIM. Tanpa menyebut apa kesalahannya, tiga orang ini kemudian bersikeras untuk “menahan” motor milik sepupu saya ini, padahal STNK dan SIM sudah ditunjukan kepada 3 orang ini. Karena dikepung seperti penjahat oleh 3 orang yang mengaku polisi ini akhirnya sepupu saya berusaha “berdamai” dan akhirnya 3 orang yang mengaku polisi ini menerima “perdamaian” dengan uang dari sepupu saya sebesar Rp200.000,- tanpa menahan motor sepupu saya.

Tentu mendengar cerita ini saya amat marah, karena sepupu saya ini rakyat kecil yang bekerja keras untuk menghidupi keluarganya sebagai tukang listrik di kotanya, Indramayu. Sepupu saya ini sedang mendapat rezeki yang lumayan karena mendapat order memperbaiki instalasi listrik beberapa rumah di Jakarta. Namun hasil kerja kerasnya yang tidak seberapa harus dirampas 3 orang sialan ini. Saya amat marah, karena mengapa sepupu saya tidak menelpon saya, dan mengapa mereka tidak meminta pertolongan dari orang-orang sekitar, karena mungkin saja 3 orang ini bukan polisi tetapi penjahat yang kerjanya merampok atau memeras orang-orang seperti sepupu saya yang mungkin bodoh karena dari kota kecil seperti Indramayu. Penjahat seperti ini beroperasi di pagi buta atau di tengah malam ketika polisi lain lengah. Meski mungkin juga mereka adalah polisi nakal yang aksinya tidak mau kalah dengan aksi jenderal-jenderal di jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan yang kerjanya menerima suap atau memeras koruptor. Tikus-tikus jalanan seperti ini tentu bukan rahasia lagi. Mereka berkeliaran mencari mangsa dari kota kecil hingga kota besar.

Melalui telpon dari Indramayu, sepupu saya yang pasrah berkata pada saya, biar aja, nanti juga mereka mendapat balasannya. Lalu saya bertanya pada sepupu saya, balasan dari mana? Coba lihat tikus-tikus yang lebih besar dari 3 orang itu Indonesia! Mereka yang disebut koruptor, polisi kotor, jaksa busuk, parasit di Dirjen Pajak, bandit kabinet yang merajalela sejak jaman Suharto dulu yang katanya represif hingga ke jaman sekarang yang katanya demokratis! Berapa orang yang mendapat balasan yang setimpal? Hanya sedikit sekali. Kebanyakan dari mereka tetap bisa hidup nyaman, damai, tanpa gangguan, menikmati harta haramnya. Tuhan barangkali sudah lelah mengurus tikus-tikus itu di Indonesia. Hanya kita yang bisa menghajar atau memberi balasan yang setimpal. Begitu kata saya pada sepupu saya. Meski sebenarnya menghajar polisi kotor di jalanan hanya akan sedikit sekali pengaruhnya dibanding menghajar jenderal-jenderal di Trunojoyo sebagaimana yang dilakukan Susno Duadji. Tikus-tikus jalanan itu cuma meniru jenderal-jenderalnya di Trunojoyo, sehingga jangan tunggu sampai kita bersih dulu untuk menghajar tikus-tikus di Trunojoyo. Kalau tidak, kapan lagi? Atau jika ada yang meminta Susno atau kita untuk bersih dulu itu, dia mungkin salah satu tikus yang tidak ingin dihajar.

Ayo sikat tikus-tikus keparat !!

No comments: