Saya politikus? Ha..ha..ha.. saya lebih suka disebut sastrawan mbeling yang memotret situasi di sekitar saya dalam bentuk tulisan....
Welcome to my blog, anyway!

Search This Blog

Wednesday, June 10, 2009

ANTASARI, POLITIK DAN POLISI

MediaKonsumen, Jumat, 29 Mei 2009

Antasari tersangka otak pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen?

Nampaknya banyak media lebih suka mengumbar motif pembunuhan ini adalah soal berebut perempuan dibanding motive yang lain. Mungkin karena tuntutan pasar. Meskipun Antasari sudah ditangkap, kepolisian tentu saja masih belum yakin dengan motive pembunuhan ini. Juga tentu saja bukti-bukti belum tersedia.

Lebih seru lagi kalau ternyata Antasari dijebak (atau lebih tepat dijerumuskan) ke dalam peristiwa pembunuhan ini karena urusan pemberantasan korupsi. Bisa jadi, Antasari dijerumuskan karena ada yang sakit hati karena telah menjadi korban Antasari atau karena sedang terancam oleh Antasari.

Antasari, bagaimanapun adalah seorang yang kontroversial. Antasari sebelum jadi ketua KPK pernah di Kejagung dan pernah bikin beberapa kegemparan yang bisa disebut juga sebagai tidak bersih.

Di tengah kontroversi itu, Antasari di KPK memberantas beberapa kasus korupsi (sebagian kecil saja) di Indonesia. Yang menarik, dulu, SBY entah kenapa pernah berkomentar aneh waktu KPK menangkap Amin Nasution. Komentarnya kira-kira begini: "memberantas korupsi jangan dengan cara menjebak". Komentar SBY ini terkesan asal bunyi dan terkesan nggak mendukung pemberantasan korupsi. Padahal ternyata kemudian terungkap Amin memang telah diburu dan dikuntit berbulan-bulan lamanya hingga tertangkap basah lagi jadi maling.

Antasari juga tidak diragukan lagi pernah berseteru hebat dengan baboon-baboon yang ada di gedung bundar saat kasus Artalita Suryani dan sejumlah jaksa agung muda “tertangkap” melakukan hubungan "terlalu intim". Artalita ini adalah kaki-tangan Syamsul Nursalim, salah satu perampok BLBI dan Jaksa Urip Tri Gunawan yang tertangkap tangan sedang makan suap waktu itu adalah ketua tim 35 yang menangani kasus dana BLBI Sjamsul Nursalim dan Anthony Salim (lihat tulisan saya sebelumnya di: http://jojor.blogspot.com/2008/06/kenaikan-bbm-dan-kejaksaan-agung.html ).

Saya jadi ingat seorang kriminolog Indonesia beberapa waktu yang lalu yang memberikan analisa tentang pembunuhan Nasrudin ini. Sayangnya saya lupa di mana saya baca itu. Dia bilang, di setiap negeri yang sedang menjelang peristiwa nasional seperti pemilu, sering terjadi kasus-kasus yang mengerikan seperti pembunuhan berlatar belakang politik. Nampaknya ada orang-orang yang memiliki uang dan kekuasaan yang dalam keadaan panik mudah sekali mengeluarkan watak psikopat-nya. Sigid Haryo (jika terbukti sebagai salah satu otak) adalah salah satu psikopat itu.

Sedangkan kriminolog dari Universitas Indonesia, Adrianus Meliala, menduga Nasrudin memang tipe pejabat yang mengutamakan lobi dalam memuluskan pekerjaannya. Hal ini misalnya tecermin dari intensitasnya bermain golf dan kerap mendapatkan proyek dengan cara kolusi. "Jadi, Nasrudin ini memang agak preman. Istrinya tiga. Pasti orientasi orang ini bukan kencan, tapi untuk lobi," ujar Adrianus, Rabu (6/5), kepada Kompas.com ( http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/05/06/10012234/antasari.diduga.habisi.nasrudin.karena.terancam ).

Antasari pun mengendus hal ini dan merasa terancam. Jika korban membongkar kisah asmaranya dengan seorang caddy muda, bukan saja reputasi dan jabatannya yang melayang, komisi antikorupsi yang dipimpinnya pun akan tercoreng.

Mantan Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI ini pun berusaha membungkam korban dengan berbagai cara. "AA mengerti karakter Nasrudin sehingga tidak berani bermain-main," ujarnya.

Tapi ingat! Ada hal yang lebih amat mengerikan dari peristiwa pembunuhan ini, yaitu terlibatnya seorang Kombes Polisi, mantan Kapolres Jakarta Selatan, WW. Jika perwira polisi ini memang betul menjadi kordinator lapangan dalam pembunuhan ini, maka di mana lagi rasa aman bisa diperoleh oleh orang biasa seperti saya? Mengapa seorang perwira polisi, mudah sekali untuk dijerumuskan atau dimanipulasi untuk melakukan sebuah perbuatan yang bisa menjadi bencana nasional yaitu hilangnya rasa aman dan kepastian hukum ( http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/05/08/04195686/Kombes.Wiliardi.Merasa.Dijebak ).

Mari kita lihat kelanjutannya di media! Tapi saya ingatkan jangan berharap anda akan mendapatkan kebenarannya dalam waktu dekat ini atau bahkan bertahun-tahun kemudian. Ini politik, bung!

Jojo Rahardjo

No comments: