Saya politikus? Ha..ha..ha.. saya lebih suka disebut sastrawan mbeling yang memotret situasi di sekitar saya dalam bentuk tulisan....
Welcome to my blog, anyway!

Search This Blog

Monday, March 08, 2010

PEMBUNUHAN ANAK-ANAK JALANAN DAN ETIKA ANGGOTA PANSUS

Saturday, January 16, 2010

Indonesia kembali tidak gempar! Padahal beberapa hari terakhir ini banyak media memberitakan tentang seseorang yang bernama Baikuni alias Babeh yang mengaku telah membunuh 7 anak jalanan yang beberapa di antaranya dimutilasi. Selain dibunuh, korban-korban itu juga diperkosa atau disodomi.

Bahkan media juga mengungkapkan ternyata ada belasan anak kecil usia di bawah 12 tahun yang dibunuh dan dimutilasi di wilayah Jakarta dan Bekasi sepanjang 3 tahun terakhir ini. Ada bekas-bekas perkosaan sebelum dibunuh. Mereka semua anak jalanan yang berkeliaran antara lain menjadi pengamen atau penyemir sepatu. Mengapa kasus "Robot Gedek" terulang kembali? Ternyata kita tidak belajar dari peristiwa-peristiwa yang mengerikan dan memilukan itu. Pembunuhan anak-anak seharusnya menyadarkan kita, bahwa itu adalah hanya tanda atau gejala saja, bahwa kita tidak peduli dengan masa depan Indonesia. Bukankah anak-anak akan mewarisi negeri ini dari tangan kita? Puluhan anak kecil dibunuh, namun presiden negeri ini malah sibuk berkomentar tentang etika anggota pansus DPR.

Dari apa yang saya simak dari media, saya mencoba menghitung-hitung. Jika Baikuni atau Babeh membunuh 7 anak jalanan, berapa kira-kira "anak asuh" yang dimilikinya? Jika yang dibunuhnya adalah 20%, berarti "anak asuh" atau anak jalanan yang "diasuhnya" atau dikenalnya adalah 35 anak jalanan. Itu di satu tempat saja. Jika ada 100 tempat di Jakarta, berarti ada 3500 anak jalanan di Jakarta yang "diasuh" atau tidak oleh psikopat atau begundal yang suka mengeksploitasi anak. Ternyata banyak jumlahnya, ya!

Lalu, jika 3500 anak jalanan itu menggambarkan 10% dari anak miskin atau yang tidak terurus (namun tidak semuanya di jalanan), maka berarti ada 35.000 anak miskin atau tidak terurus di Jakarta. Banyak jumlahnya, ya!

35.000 anak miskin dan tidak terurus di Jakarta itu 10 tahun kemudian jadi apa, ya? Lalu 20 tahun kemudian jadi apa? Apakah akan kita sebut mereka sebagai penduduk yang membebani negara atau sampah masyarakat?

Sekretaris Jenderal Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait mengungkapkan, bahwa 60 persen penduduk Indonesia adalah anak-anak. Seharusnya begitu banyak anggaran yang dibutuhkan untuk mengelola 60 persen dari penduduk negeri ini. Menurut Arist, anak sangat penting karena perannya sebagai penerus bangsa. "Kalau anak-anak yang jumlahnya sangat banyak itu tidak diatur sedemikian rupa, bagaimana bangsa kita kelak?" katanya lagi ( http://memobisnis.tempointeraktif.com/hg/nasional/2007/02/20/brk,20070220-93738,id.html ). Namun apa yang terjadi di kabinet SBY jilid dua? Tidak ada menteri anak, yang ada adalah wakil menteri.

Bandingkan juga dengan data dari Pengamat masalah anak dari Universitas Indonesia, Purnianti yang mengatakan banyak kasus pelanggaran hak anak yang tak terungkap. Data 40,3 juta pelanggaran hak anak hanya angka yang berhasil didokumentasikan oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak ( http://memobisnis.tempointeraktif.com/hg/nasional/2008/01/02/brk,20080102-114560,id.html ). Data dari Komnas Perlindungan Anak menyebutkan sepanjang tahun 2007 sebanyak 4.370.492 anak putus sekolah SD, 18.296.332 anak putus sekolah SMP, dan 325.393 anak putus sekolah SMA. Sedangkan 11 juta anak sisanya buta huruf karena tidak sekolah.

Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) setiap tahunnya mendapat anggaran dari pemerintah melalui Departemen Sosial Rp 22 juta. Bayangkan apa yang bisa dilakukan oleh Komnas PA dengan Rp 22 juta itu? Namun dengan anggaran yang terbatas itu, Komnas PA mampu melaksanakan banyak program khusus untuk anak ( http://memobisnis.tempointeraktif.com/hg/nasional/2005/02/14/brk,20050214-16,id.html ). Sementara itu jumlah anggaran komnas perempuan adalah Rp4.561.620.125 pada 2008 dan Rp2.063.352.510 pada 2009. Saya harus menyebut pemerintah negeri ini sebagai pemerintahan gila, karena hanya menyediakan Rp 22 juta saja setahun untuk mengurus anak-anak di Indonesia!

Itu belum membayangkan perilaku menyimpang apa yang bakal dilakukan setelah dewasa oleh anak-anak jalanan yang telah menjadi korban perkosaan Baikuni dan Robot Gedek (pelaku perkosaan dan pembunuhan anak-anak jalanan beberapa tahun lalu). Perlu diingat Robot Gedek dan Baikuni waktu kecil pernah diperkosa atau disodomi yang kemudian mereka melakukan perkosaan dan menyodomi anak-anak juga setelah dewasa.

Prihatin pada pembunuhan anak-anak jalanan ini bukan sekedar kasihan pada nasib anak-anak, tetapi adalah juga keprihatinan pada nasib negeri ini di masa depan, jika kita mengabaikan dan menganggap pembunuhan ini adalah soal kecil atau soal biasa atau bahkan soal ketidakberuntungan belaka.

Pembunuhan anak-anak seharusnya menyadarkan kita, bahwa itu adalah hanya tanda atau gejala saja, bahwa kita tidak peduli dgn perlindungan & pengembangan potensi anak di negeri ini. Mereka dianggap cuma segelintir anak-anak jalanan yang tidak beruntung.... Padahal, merekalah yg akan mewarisi negeri ini dari tangan kita.

Sekali lagi ini soal masadepan yang harus diurus sejak sekarang.


No comments: