Saya politikus? Ha..ha..ha.. saya lebih suka disebut sastrawan mbeling yang memotret situasi di sekitar saya dalam bentuk tulisan....
Welcome to my blog, anyway!

Search This Blog

Wednesday, December 16, 2009

DOWN WITH SBY


http://www.facebook.com/note.php?saved&&suggest&note_id=214294639702#/note.php?note_id=208974019702

Setelah merasa mual melihat apa yang terjadi sejak Senin malam, 23 November lalu, saat SBY berpidato menyampaikan sikapnya yang aneh. Meski mual, akhirnya saya mampu membuat catatan di bawah ini mengenai beberapa point di dalam pidatonya. Untung saya tidak membutuhkan waktu 2 minggu melakukan “laku-diam” seperti yang sudah SBY lakukan setelah membentuk Tim 8. Mungkin SBY belum tahu, bahwa “diam itu emas” tidak berlaku pada situasi aneh dan memualkan belakangan ini.

“Dengan telah saya terimanya hasil pemeriksaan investigasi BPK atas kasus Bank Century sore tadi, pemerintah akan segera mempelajarinya dan pada saatnya nanti saya akan meminta Saudari Menteri Keuangan dengan jajarannya bersama-sama dengan pihak Bank Indonesia untuk memberikan penjelasan dan klarifikasinya. Saya sungguh ingin keterbukaan dan akuntabilitas dapat kita tegakkan bersama. Saya juga ingin semua desas-desus, kebohongan, dan fitnah dapat disingkirkan dengan cara menghadirkan fakta dan kebenaran yang sesungguhnya.”

Sayang fakta dan kebenaran yang dimaksud SBY berada di tangan PPATK. Padahal PPATK terikat pada undang-undang yang hanya membolehkan diungkapnya aliran dana Century kepada kepolisian dan kejaksaan saja, maka menurut Maruarar, anggota DPR, presiden SBY bisa membuat perppu khusus untuk kasus Century ini, agar bisa lebih cepat terungkap kemana sebenarnya aliran dana Century ini. Namun harus diingat, bahwa kepolisian dan kejaksaan saat ini adalah institusi negara yang dianggap sedang tidak layak untuk dipercaya sehubungan dengan kasus Bibit & Chandra juga kasus Century. Sungguh tidak bisa dipungkiri lagi, yaitu setelah Tim 8 yang anggotanya terdiri dari beberapa pakar di bidang hukum dan sekaligus memiliki integrity mengeluarkan hasil analisanya pada kasus Bibit & Chandra, bahwa kepolisian, kejaksaan bersama-sama dengan para "markus" bersekongkol secara jahat untuk menjatuhkan Bibit & Chandra. Begitu juga ketika MK juga mengeluarkan hasil analisa yang sama terhadap kasus Bibit & Chandra.

Angka 6,7 trilyun rupiah dalam skandal Century adalah angka sangat yang besar untuk tidak dipersoalkan. Begitu juga pemilu dengan biaya yang amat besar kemarin seharusnya bukan untuk memilih orang-orang gila yang seenaknya menggunakan uang negara, misalnya untuk diberikan ke Bank Century. Penerbitan perppu untuk menjelaskan aliran dana Century akan membuktikan bahwa SBY sebagai presiden terpilih memang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi dan sekaligus juga membuktikan bahwa partai Demokrat dan SBY sendiri tidak terlibat dalam skandal bank Century. Jika aliran dana ini dibuka dengan cepat, maka negeri ini bisa menghemat waktu dan energi agar bisa melaksanakan pekerjaan-pekerjaan besar lainnya di negeri ini.

Sekali lagi, negeri ini sangat membutuhkan diselesaikannya skandal ini secepat-cepatnya agar potensi bangsa ini tidak terkuras sia-sia. Negeri ini membutuhkan bukan hanya presiden yang bersih dari jejak korupsi, tetapi juga presiden yang cepat mengatasi persoalan besar yang sedang terjadi agar negeri ini tidak berlarut-larut dalam kondisi tidak produktif.

“Oleh karena itu, sebagaimana yang telah saya sampaikan kepada seluruh rakyat Indonesia bahwa lima tahun mendatang penegakan hukum dan pemberantasan korupsi tetap menjadi prioritas pemerintah. Bahkan dalam program 100 hari, saya telah menetapkan gerakan pemberantasan mafia hukum sebagai prioritas utama. Kita sungguh serius. Agar masyarakat bisa hidup lebih tentram, agar keadaan menjadi lebih aman dan tertib, agar perekonomian kita terus berkembang, dan agar citra Indonesia di mata dunia bertambah baik, maka reformasi di bidang hukum harus benar-benar sukses dan korupsi harus berhasil kita berantas.”

Saya sungguh berharap pada janji SBY ini, meski saya ragu dan pesimis dengan komitmen SBY yang mungkin dirongrong oleh beberapa penyokong kampanye partai demokrat dan dirinya. Padahal akibat buruk korupsi misalnya sungguh terasa di jalan raya di perkotaan, terutama Jakarta. Jalan di Jakarta, misalnya, adalah lambang kebiadaban pengelola negeri ini. Dampak korupsi terlihat pada Jalan-jalan yang selalu berlubang dan selalu diperbaiki sebelum usai satu tahun, lampu-lampu lalu-lintas yang selalu rusak, rambu-rambu yang tidak sempurna atau hilang, pengaturan lalu-lintas yang tidak cerdas, perencanaan dan penerapan transportasi publik yang teramat buruk, uang parkir yang entah kemana, fasilitas umum yang kurang dan buruk, penggunaan jalan raya yang salah dan tidak cerdas, jalan bebas hambatan yang harus dibayar oleh penggunanya dan uangnya entah kemana, penyalahgunaan aparat kepolisian untuk kepentingan yang sempit bagi yang punya uang di jalan raya (pengawalan liar untuk menembus kemacetan), kutipan liar terhadap angkutan umum oleh Dishub (nyata sekali terlihat), pertumbuhan jalan raya yang begitu lambat dan minim. Itu semua adalah salah satu contoh saja akibat buruk dari korupsi yang menjangkiti kebanyakan pejabat publik.

“Dua hari yang lalu, saya juga mempelajari hasil survei oleh lembaga survei yang kredibel yang baru saja dilakukan yang menunjukkan bahwa masyarakat kita memang benar-benar terbelah.”

Apakah maksud SBY dengan “masyarakat kita memang benar-benar terbelah,” adalah terbelah dua dan berpotensi menjadi konflik sosial?. Mungkin SBY gagal mengidentifikasi masalah yang ada, atau ia memang sedang mencoba mengaburkan persoalan yang sebenarnya. Mengapa ia tidak membuka hasil survey tersebut tentang apakah bangsa ini terbelah sekarang menjadi dua kelompok yang bisa terbawa pada konflik sosial? Saya yakin yang terjadi sekarang adalah hampir seluruh rakyat Indonesia sedang gundah karena dua orang pimpinan KPK yang diangkat oleh undang-undang untuk memberantas korupsi bisa dituduh seenaknya tanpa bukti oleh Kapolri, Bambang Hendarso Danuri (yang diangkat oleh SBY). Bahkan dalam rekaman hasil penyadapan KPK, Kejaksaan juga menjadi bagian dari persekongkolan jahat untuk menjatuhkan Bibit & Chandra sekaligus KPK. Dari indikasi-indikasi yang ada, persekongkolan jahat ini berkaitan dengan upaya untuk menghindari pengungkapan skandal yang lebih besar oleh KPK, yaitu skandal Century.

“Dalam kaitan ini, saudara-saudara, sesungguhnya jika kita ingin mengakhiri silang pendapat mengenai apakah Saudara Chandra Hamzah dan Saudara Bibit Samad Rianto salah atau tidak salah, maka forum atau majelis yang tepat adalah pengadilan. Semula saya memiliki pendirian seperti itu dengan catatan proses penyelidikan dan penuntutan mendapat kepercayaan publik yang kuat. Dan tentu saja, proses penyidikan dan penuntutan itu fair, objektif, disertai bukti-bukti yang kuat.

Dalam perkembangannya, justru yang muncul adalah ketidakpercayaan yang besar kepada pihak Polri dan Kejaksaan Agung sehingga telah masuk ke ranah sosial dan bahkan ranah kehidupan masyarakat yang lebih besar. Oleh karena itu, faktor yang saya pertimbangkan bukan hanya proses penegakan hukum itu sendiri, tapi juga faktor-faktor lain seperti pendapat umum, keutuhan masyarakat kita, asas manfaat, serta kemungkinan berbedanya secara hakiki antara hukum dengan keadilan.”


Awalnya SBY menyatakan dalam pidatonya, bahwa forum atau majelis yang tepat adalah pengadilan (untuk kasus Bibit & Chandra). Namun untung dalam kalimat selanjutnya SBY menyatakan sebagaimana tersebut di atas. Kalau tidak, sungguh saya akan mengatakan bahwa itu sebuah sikap yang sesat dan zholim, karena Tim 8 sudah menyatakan bahwa kasus Bibit & Chandra dipaksakan karena tidak cukup bukti. Ketika tidak cukup bukti, seharusnya Bibit & Chandra adalah bukan tersangka sehingga amat membuang-buang waktu dan energi bagi bangsa ini untuk menyeret Bibit & Chandra ke pengadilan, bahkan tindakan ini melanggar hak asasi manusia, karena orang yang tidak bersalah bisa seenaknya diseret-seret ke dalam sebuah proses hukum sesat. Sikap dan pandangan seperti ini adalah sebuah pandangan sempit dari beberapa praktisi hukum, seperti pengacara, yang untuk kepentingan sempitnya lebih suka beradu argumen tentang pasal-pasal, aturan-aturan dan undang-undang di ruang pengadilan bukan beradu argumen tentang rasa keadilan yang multidimensi di ruang publik. Keadilan, kata mereka, hanya bisa didapatkan di ruang pengadilan. Padahal negara ini dibangun sejak pertama kali adalah untuk memberi keadilan termasuk juga rasa keadilan bagi rakyatnya dan itu tidak disebutkan, bahwa keadilan dan rasa keadilan hanya bisa diperoleh di ruang pengadilan semata. Keadilan dan rasa keadilan bisa diperoleh di dalam proses hukumnya sendiri.

Sayang, meski SBY telah menyadari bahwa apa yang dilakukan oleh terutama Kapolri adalah sesat dan zholim, namun SBY tidak memecat Kapolri dan Jagung. Padahal Kapolri dan Jagung sudah kehilangan kewibawaannya sebagai salah satu pucuk penegakan hukum di negeri ini. Padahal juga ini bisa merembet kepada ketidakpercayaan seluruh lapisan warga bangsa ini kepada seluruh jajaran kepolisian dan kejaksaan, terutama warga bangsa negeri ini yang berada di lapisan bawah yang sehari-hari mengalami friksi satu sama lain. Apakah hanya gara-gara beberapa orang di pucuk itu, persoalan-persoalan hukum sehari-hari dari warga bangsa di lapisan bawah akan mereka selesaikan sendiri tanpa campur tangan kepolisian?

“Solusi seperti ini saya nilai lebih banyak manfaatnya daripada mudaratnya. Tentu saja cara cara yang ditempuh tetaplah mengacu kepada ketentuan perundang-undangan dan tatanan hukum yang berlaku. Saya tidak boleh dan tidak akan memasuki wilayah ini karena penghentian penyidikan berada di wilayah lembaga penyidik atau Polri, penghentian tuntutan merupakan kewenangan lembaga penuntut atau kejaksaan, serta pengenyampingan perkara melalui pelaksanaan asas oportunitas merupakan kewenangan Jaksa Agung. Tetapi sesuai dengan kewenangan saya, saya menginstruksikan kepada Kapolri dan Jaksa Agung untuk melakukan penertiban, pembenahan, dan perbaikan di institusinya masing-masing berkaitan dengan kasus ini. Demikian pula saya sungguh berharap KPK juga melakukan hal yang sama di institusinya.“

Tentu saya setuju, jika SBY tidak boleh memasuki wilayah kepolisian dan kejaksaan, namun memecat Kapolri dan Jagung tentu adalah sebuah keniscayaan bagi SBY ketika ia dihadapkan pada indikasi-indikasi (jika tidak boleh disebut bukti-bukti) dan hasil analisa dari Tim 8 dan MK mengenai persekongkolan jahat untuk menjatuhkan Bibit & Chandra sekaligus KPK.

Saya pun tidak dapat mengerti kalimat terakhir dari paragraph di atas yang menyatakan: “Demikian pula saya sungguh berharap KPK juga melakukan hal yang sama di institusinya.” Entah kesalahan apa yang dilakukan KPK sehingga SBY perlu menghimbau KPK agar melakukan penertiban, pembenahan dan perbaikan. Jika KPK melakukan kesalahan dan ada buktinya, tentu kepolisian bisa dengan mudah menyeret siapa pun di KPK ke ruang pengadilan. Sayang bukti-bukti itu tidak ada sehingga himbauan SBY itu bisa disebut tidak pada tempatnya dan cenderung menyerang KPK. Memang, KPK bukan sarang malaikat, tetapi sebagaimana sering didengung-dengungkan oleh para pejabat publik di negeri ini, bahwa semua harus berdasarkan hukum, maka semua kecurigaan dan tuduhan kepada KPK seharusnya juga disertai bukti yang kuat lebih dahulu dan melalui proses hukum yang benar. Pemimpin tidak boleh melemparkan kecurigaan dan tuduhan sembarangan. Harus selalu diingat, bahwa KPK dibentuk karena ketidakmampuan kepolisian dan kejaksaan dalam memberantas korupsi, sehingga kecurigaan dan tuduhan tanpa bukti yang dialamatkan kepada KPK harus dianggap serius sebagai sikap menghalangi pemberantasan korupsi di negeri ini.

Selamat hari raya Idul Adha.

No comments: