Saya politikus? Ha..ha..ha.. saya lebih suka disebut sastrawan mbeling yang memotret situasi di sekitar saya dalam bentuk tulisan....
Welcome to my blog, anyway!

Search This Blog

Showing posts with label fb. Show all posts
Showing posts with label fb. Show all posts

Sunday, May 09, 2010

STATUS FB dan KARYA SASTRA

Albert Camus dari Wikipedia


Sebenarnya setiap hari saya menulis. Sayang tidak semua tulisan saya itu bisa saya tampilkan di sini, karena beberapa alasan. Tidak semua tulisan saya itu menggambarkan diri saya, meski demikian sejauh ini belum ada yang memintuntuk tujuan kriminal yang tentu akan saya tolak.

Sudah tiga minggu setelah saya kembali memiliki FB Account. Dan dalam tiga minggu ini tidak banyak status yang saya buat. Mungkin cuma tiga status saja. Saya tidak tahu harus menulis apa di tempat yang hanya bisa memuat beberapa kata itu.

Sebenarnya hampir setiap hari muncul beberapa gagasan untuk menjadi tulisan. Sayang tidak tiap hari pula saya bisa mewujudkannya menjadi tulisan. Padahal beberapa tulisan seperti film review ditulis dengan cara mengalir saja. Hanya setelah film review itu selesai, saya melakukan riset sedikit agar tidak ada data atau fakta yang salah. Idealnya saya membuat sebuah film review untuk setiap film yang saya tonton. Meski film itu jelek, saya yakin bisa menjadi tulisan yang menarik, karena mengungkap kesalahan-kesalahan yang dibuat film itu.

Kembali ke FB status. Saya baru saja melihat sebuah status teman saya. Isinya cuma keluhannya tentang seorang yang dikenalnya. Statusnya tidak kasar. Pilihan katanya bagus dan menggambarkan suasana hatinya dengan baik. Namun bagi saya isi status itu terlalu dangkal. Tidak menginspirasikan kebaikan atau sesuatu yang besar.

FaceBook sejak saya kenal lebih dari setahun yang lalu sebenarnya telah menyegarkan ingatan saya pada sebuah buku sastra yang saya baca di awal tahun 80-an, yaitu "Orang Asing" atau L'Étranger dalam bahasa aslinya, karya Albert Camus. Buku ini adalah sebuah novel yang bernuansa filsafat. Kata-kata dan kalimat di dalam novel ini mengalir lugas sekaligus absurd, namun memiliki kedalaman berpikir yang luar biasa. Novel ini telah merubah banyak cara berpikir saya di tahun 80-an itu. Sedangkan membaca FB Status sering hanya membuat saya dongkol, karena kemana aja sih para penulis status FB ini selama ini? Apakah mereka tidak pernah membaca satu saja karya sastra supaya statusnya agak lumayan?

Saya pernah membaca sebuah tulisan yang menyatakan revolusi di Indonesia dulu bisa terjadi berkat adanya karya-karya sastra Indonesia yang dibaca secara luas oleh masyarakat Indonesia. Melalui karya-karya sastra ide-ide besar tentang kemanusiaan, bangsa, kemerdekaan, dan negara disebarkan ke dalam benak banyak orang. Pendidikan hanya bagian dari sastra untuk terbangunnya dan tersebarnya ide-ide besar tentang kemanusiaan itu dan seterusnya.

Sekarang, jika premis itu benar, saya tidak melihat dalam 2 dekade terakhir ini karya-karya sastra besar yang bisa menghancurkan watak korup bangsa ini. Tidak heran jika FB Status yang saya baca hanya bikin saya dongkol. Tidak heran jika korup menjadi watak paling menonjol dari yang disebut orang Indonesia. Tidak heran jika kita diwakili dan dipimpin oleh para baboon sialan.

Wednesday, December 16, 2009

SEKOLAH UNTUK ORANGTUA


http://www.facebook.com/home.php?#/note.php?note_id=215920279702

Thank God! Sekolah untuk orangtua nambah lagi (lihat gambar). Mudah-mudahan semua sekolah orangtua ini membawa manfaat bagi masa depan Indonesia. Anak-anak yang berkembang dengan baik di masa sekarang akan membawa Indonesia ke masadepan yang lebih baik. Sudah saatnya bagi pemerintah untuk memikirkan membuat program nasional untuk mendidik para orangtua ini.

Dalam brosur sekolah ini (yang saya peroleh melalui FB ini dari seorang teman, Nino Hartanto):
Kami mengajak anda untuk ambil bagian membangun peradaban yang lebih berkualitas. Sekolah ini membuat target tidak sekedar bagaimana menjadi orangtua yang yang baik, tetapi bagaimana mencapai peradaban yang lebih berkualitas! Jika lebih banyak orangtua yang tahu bagaimana mengembangkan anak-anaknya tentu kita juga bisa berharap pada Indonesia yang lebih maju satu generasi mendatang.

Selain peradaban, di dalam brosurnya, sekolah ini mengingatkan bahwa sumber masalah dari anak adalah orangtua. Berapa banyak orang tua yang bisa mengerti ini apalagi mau mengerti bahwa merekalah sesungguhnya penyebab bermasalahnya anak-anak mereka. Kebanyakan orang dewasa memang siap menikah, tetapi tidak siap menjadi orangtua yang baik bagi anak-anak mereka.

Beberapa orang beranggapan agama bisa digunakan untuk mengembangkan anak. Padahal agama bagi kebanyakan orang adalah daftar haram dan halal, surga dan neraka, pahala dan dosa, setan dan malaikat, beribadah dan tidak beribadah, Tuhan dan manusia. Hanya itu. Perlu kemampuan intelektual atau spiritual yang berlebih untuk memandang agama sebagai kaya akan petunjuk. Apalagi di zaman yang semakin hiruk-pikuk dengan berbagai media ini, peran agama untuk menjadikan manusia yang lebih baik semakin buram saja. Sekolah untuk orang tua tentu dibentuk berdasarkan ilmu-ilmu pengetahuan manusia yang telah dikembangkan selama ratusan tahun, seperti psikologi atau kedokteran, sehingga tentu lebih fokus pada bagaimana mengembangkan anak dibanding peran agama (yang dipahami kebanyakan orang) yang tidak fokus.

Sudah ada beberapa situs mengenai parenting seperti parenting.co.id sekolahorangtua.com atau yang berbahasa Inggris, parenting.com , namun berapa orang yang bersedia mengunjungi dan mempelajarinya?

APA GUNA UU PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM KASUS PRITA?

Gambar ini beredar di Internet, sehingga saya tidak tahu sumbernya


http://www.facebook.com/note.php?saved&&suggest&note_id=214294639702#/note.php?note_id=214294639702

Saya kurang mengikuti kasus Prita, yaitu kasus mengenai seorang konsumen rumah sakit yang dijebloskan ke penjara gara-gara melakukan protes atas kesalahan yang dilakukan oleh rumah sakit Omni pada Prita. Hari ini putusan telah dijatuhkan oleh pengadilan tinggi Banten pada Prita, yaitu Prita diwajibkan membayar Rp 204 juta. Prita diadili dengan menggunakan sebuah UU yang baru saja diterbitkan, yaitu UU ITE, pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik.

Lama terheran-heran, karena mengapa UU itu yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa antara Prita dan Omni, hari ini saya mendapatkan argumen yang pas untuk tim pengacara Prita dalam menyelesaikan kasus ini. Argumen itu saya dapat dari halaman FB yang dibuat oleh Iwan Piliang di bawah ini http://www.facebook.com/pages/Dukung-Bebasmurnikan-Prita-dr-Tuntutan-Bui/179105094476 :

APWKOMITEL adalah salah satu organisasi jaringan warnet. Ini surat dukungan mereka melalui Pak Rudi Rusdiah, Ketua:

Pak Iwan dkk ysh:

Dari diskusi dimilis APW, Sepertinya strategi dari teman teman di APWKomitel mengenai kasus Prita adalah sebagai berikut:

I. PERMINTAAN AGAR PENGADILAN DIHENTIKAN KARENA:
1. Pakar yang disebut ahli forensik, ahli cyberlaw belum ada karena belum tersertifikasikan dan belum digunakan dalam penyelidikan yang lalu.
2. Peraturan yang digunakan berbasis UU ITE belum bisa digunakan karena banyak pasal pasalnya yang masih tergantung pada PP, belum memberikan kepastian hukum sehingga kenapa digunakan seperti pasal pembuktian, pasal sertifikasi email, sertifikasi digital forensik, sertifikat peralatan servernya dll... sehingga semestinya jika digunakan maka tidak memiliki dasar hukum.

JADI SELAJAKNYA PENGADILAN TERHADAP PRITA YANG MENGGUNAKAN UU ITE DIHENTIKAN SEGERA.

II. JIKA INGIN DILANJUTKAN MAKA ADALAH PERKARA BERBASIS UU PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN ALASAN:
Bu Prita melakukan complain atau pengaduan dan mengeluhkan masalah layanan medis dari sebuah rumah sakit atau staff dari rumah sakit

Demikian pak Iwan rekomendasi kami dari APWKOmitel semoga bermanfaat bagi tim pembela bu Prita

salam, rr - apwkomitel/ mastel ukm

Sunday, November 01, 2009

STATUS FB

Teman saya, Jennie Siat Bev, seorang intelektual Indonesia yang bermukim di Amerika, baru-baru ini menulis dalam status FB-nya begini: “akan mengurangi update status karena sangat mudah untuk dibukukan tanpa izin. Sampai kapan pelanggaran HAKI di Indonesia berlangsung kalau apapun yang kita utarakan ke publik langsung dianggap "public domain"?” Ia amat kecewa dengan perilaku tidak menghargai karya dan hak cipta orang lain. Tentu saya bisa juga merasakan kekecewaannya, karena salah satu tulisan saya di tahun-tahun akhir 90-an pernah digunakan oleh seorang penulis (saat itu ia masih penulis pemula) tanpa menyebut sumbernya. Hampir semua tulisan saya ditulis berdasarkan riset yang serius, karena saya tidak ingin tulisan saya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, saya amat kecewa dan marah, ketika ada orang menulis buku dengan menggunakan tulisan saya dan membuatnya seolah-olah ditulis oleh penulis itu. Bahkan saya lebih kecewa lagi, karena hingga kini ia bertahan dengan alasan yang seenaknya.

Jennie S. Bev adalah seorang intelektual yang produktif menulis. Sudah lebih dari 900 artikel dan 80 electronic and print books ditulisnya, sehingga status-statusnya pun isinya pasti tidak sembarangan. Meski Jennie tidak menyebutkan dengan jelas di mana statusnya digunakan oleh para pembajak itu, namun saya kira, status yang ditulis Jennie bisa mendongkrak nilai intelektual para pembajak itu jika digunakan sebagai status FB pula. Semoga mereka mendapat kecelakaan intelektual !

Di luar soal Jennie dan soal pembajakan karya cipta, saya ingin sedikit mengoceh secara ringan tentang status di FB.

Saya menggunakan FB hanya pada saat luang. Itu pun jika saya bersentuhan dengan komputer dan tentu saja dengan akses Internet yang masih tergolong sulit (untuk connect) atau lambat, karena saya tidak mampu membeli mobile broadband Internet. Itu sebabnya kadang saya tidak ber-FB hingga berhari-hari. Saya, tentu saja bisa ‘mengganti-ganti’ status saya melalui mobile phone saya, namun saya tidak menyukai menulis dengan susah payah melalui keypad telpon saya yang tidak “qwerty”.

Sebagaimana di dunia nyata, status FB pun bisa menggambarkan penulisnya. Memang, menulis status bisa dipengaruhi oleh mood, sehingga tidak boleh pula sembarangan menilai orang dari status FB-nya. Itu sebabnya saya berusaha untuk membatasi isi status saya hanya mengenai pengelolaan negeri ini. Saya rela kehilangan teman di FB, karena saya cenderung bersikap negatif terhadap pengelola negeri ini. Saya juga lebih rela disebut sebagai tukang protes, tukang komplain dan lain-lain yang jelek-jelek dibanding saya menulis status tentang diri saya sendiri atau tentang orang-orang di ring 1 atau 2 di sekitar saya, atau juga menulis tentang sedang berada di mana saya.

Setiap hari, saya (begitu juga berjuta-juta orang lain) harus menjalani hidup di Jakarta yang dikelola oleh para baboon geblek. Mereka dipilih karena bisa membayar perusahaan konsultan politik, misalnya LSI, agar bisa mendongkrak mereka menjadi pejabat publik, padahal kwalitas mereka sebagai pemimpin dan sebagai manusia cuma baboon geblek doang. Setiap hari itu lah saya mengeluh, dan saya pikir itu harus saya tuangkan ke dalam status FB saya dengan harapan, meski amat tipis, akhirnya bisa membangun kesadaran bahwa negeri ini telah “salah urus”. Itu cuma salah satu dari langkah-langkah kecil yang bisa saya lakukan di waktu luang melalui FB.

Salah satu contoh bagaimana “salah urus”yang sudah dianggap soal yang normal adalah, rusaknya atau matinya begitu banyaknya traffic light di Jakarta. Ini seharusnya menjadi soal besar bagi warga Jakarta, karena ini menggambarkan adanya korupsi di negeri ini dan dibiarkan. Mengapa dibiarkan? Tentu karena ada begitu banyak kasus korupsi yang tidak bisa diselesaikan, sehingga korupsi trafffic light menjadi soal yang terlihat kecil dan normal. Kasus korupsi di mana-mana bukan soal sistem, tetapi soal kepemimpinan. Dengan kata lain, kita masih belum menemukan pemimpin yang nggak geblek dan nggak berkwalitas baboon.