Saya politikus? Ha..ha..ha.. saya lebih suka disebut sastrawan mbeling yang memotret situasi di sekitar saya dalam bentuk tulisan....
Welcome to my blog, anyway!

Search This Blog

Showing posts with label prita mulyasari. Show all posts
Showing posts with label prita mulyasari. Show all posts

Wednesday, December 16, 2009

APA GUNA UU PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM KASUS PRITA?

Gambar ini beredar di Internet, sehingga saya tidak tahu sumbernya


http://www.facebook.com/note.php?saved&&suggest&note_id=214294639702#/note.php?note_id=214294639702

Saya kurang mengikuti kasus Prita, yaitu kasus mengenai seorang konsumen rumah sakit yang dijebloskan ke penjara gara-gara melakukan protes atas kesalahan yang dilakukan oleh rumah sakit Omni pada Prita. Hari ini putusan telah dijatuhkan oleh pengadilan tinggi Banten pada Prita, yaitu Prita diwajibkan membayar Rp 204 juta. Prita diadili dengan menggunakan sebuah UU yang baru saja diterbitkan, yaitu UU ITE, pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik.

Lama terheran-heran, karena mengapa UU itu yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa antara Prita dan Omni, hari ini saya mendapatkan argumen yang pas untuk tim pengacara Prita dalam menyelesaikan kasus ini. Argumen itu saya dapat dari halaman FB yang dibuat oleh Iwan Piliang di bawah ini http://www.facebook.com/pages/Dukung-Bebasmurnikan-Prita-dr-Tuntutan-Bui/179105094476 :

APWKOMITEL adalah salah satu organisasi jaringan warnet. Ini surat dukungan mereka melalui Pak Rudi Rusdiah, Ketua:

Pak Iwan dkk ysh:

Dari diskusi dimilis APW, Sepertinya strategi dari teman teman di APWKomitel mengenai kasus Prita adalah sebagai berikut:

I. PERMINTAAN AGAR PENGADILAN DIHENTIKAN KARENA:
1. Pakar yang disebut ahli forensik, ahli cyberlaw belum ada karena belum tersertifikasikan dan belum digunakan dalam penyelidikan yang lalu.
2. Peraturan yang digunakan berbasis UU ITE belum bisa digunakan karena banyak pasal pasalnya yang masih tergantung pada PP, belum memberikan kepastian hukum sehingga kenapa digunakan seperti pasal pembuktian, pasal sertifikasi email, sertifikasi digital forensik, sertifikat peralatan servernya dll... sehingga semestinya jika digunakan maka tidak memiliki dasar hukum.

JADI SELAJAKNYA PENGADILAN TERHADAP PRITA YANG MENGGUNAKAN UU ITE DIHENTIKAN SEGERA.

II. JIKA INGIN DILANJUTKAN MAKA ADALAH PERKARA BERBASIS UU PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN ALASAN:
Bu Prita melakukan complain atau pengaduan dan mengeluhkan masalah layanan medis dari sebuah rumah sakit atau staff dari rumah sakit

Demikian pak Iwan rekomendasi kami dari APWKOmitel semoga bermanfaat bagi tim pembela bu Prita

salam, rr - apwkomitel/ mastel ukm

Wednesday, June 10, 2009

JAKSA KONYOL BIKIN ULAH DI KASUS PRITA MULYASARI

MediaKonsumen, Rabu, 10 Juni 2009

Kasus Ibu Prita Mulyasari dengan RS Omni Internasional Alam Sutera Tangerang Selatan tentu menarik perhatian kita semua. Bukan hanya pembaca MediaKonsumen ini, tetapi kasus Prita pasti menarik perhatian banyak orang yang hampir pasti pernah berurusan dengan rumah sakit. Apalagi sejak lebih dari sepuluh tahun belakangan ini semakin banyak saja bermunculan rumah-rumah sakit yang mengklaim dirinya sebagai bertaraf internasional, tapi ternyata cuma tarifnya saja yang internasional, sedangkan mutu layanannya tetap ndeso dan minteri.

Sudah banyak kisah-kisah pilu dari pasien yang merasa tidak mendapatkan layanan yang sepatutnya, bahkan keluarga pasien diterkam hutang kepada rumah sakit meskipun sakit pasien bertambah parah bahkan tewas. Sebagian dari kasus pilu ini muncul di media massa, namun bukannya berhenti atau berkurang, tetapi rumah-rumah sakit itu ternyata semakin arogan dan malah over confidence di kasus Prita.
Memang pada awalnya kasus Prita diangkat sebagai kasus kebebasan berpendapat yang dengan mudah bisa dirampas dengan menggunakan UU ITE. Namun belakangan melalui berbagai wacana, ternyata UU ITE pasal 21 ayat 3 tidak dapat digunakan untuk membatasi orang untuk berpendapat di media elektronik apalagi digunakan untuk memenjarakan orang. Ada undang-undang lain dan peraturan lain yang bisa membuat UU ITE pasal 27 ayat 3 ini tidak diterapkan dalam kasus Prita, misalnya UU Perlindungan Konsumen. Pasal dari UU ITE ini dikenakan secara konyol oleh Jaksa yang menangani kasus Prita. Jaksa Agung telah menyebut jaksa yang menangani kasus ini sebagai tidak profesional. Sayangnya ketidakprofesionalan jaksa ini mengapa berpihak pada yang besar dan punya duit?

Saya amat tidak yakin ketika pertama kali membaca e-mail tentang kasus Prita, bahwa ada seorang Ibu ditahan karena menulis keluhan di sebuah mailing list (akhirnya tulisan itu muncul di mana-mana, termasuk di MediaKonsumen ini dan Detik). Ibu itu ditahan karena sedang diperkarakan oleh RS Omni. Saya tidak yakin ada sebuah rumah sakit besar berani “bermain-main” dalam soal citranya, karena ini akan menjadi bumerang bagi rumah sakit itu. Tapi ternyata memang rumah sakit Omni memang sedang “bermain-main” dengan citranya. Namun saya menjadi tidak heran setelah melihat berita di Suara Merdeka CyberNews tanggal 5 Juni lalu: http://www.suaramerdeka.com/beta1/index.php?fuseaction=news.detailNews&id_news=30015 mengenai bagaimana RS Omni memperlakukan jaksa dan polisi di rumah sakitnya, yaitu pelayanan gratis sebagaimana yang diberitakan. Barangkali RS Omni merasa sudah memiliki jaksa dan polisi yang pasti memihaknya jika ada pasien mencoba “main-main” dengan RS Omni.

Hampir mirip dengan apa yang dilakukan Ibu Prita, saya pernah “menjelek-jelekan” Citibank di berbagai media, namun saya tidak pernah diperkarakan oleh Citibank sebagai telah mencemarkan namabaiknya. Sebagaimana yang sudah saya tulis di MediaKonsumen ini dalam beberapa tulisan, saya pernah mengeluhkan bagaimana Citibank menerapkan perhitungan bunga kepada pemegang kartu kreditnya. Bahkan saya memperkarakannya ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Ternyata di dalam sidang, BPSK memutuskan Citibank berada di pihak yang benar. Sayang, saya tidak punya waktu dan energi untuk meneruskan berperkara dengan Citibank, padahal saya yakin masih banyak kesalahan Citibank yang belum diperkarakan, seperti tidak memenuhi hak saya atas informasi yang saya minta. Meski kalah, dan telah menulis banyak kejelekan Citibank di MediaKonsumen ini dan tersebar di berbagai media, tetapi Citibank “tidak berani” memperkarakan saya sebagai telah mencemarkan namabaiknya sebagaimana RS Omni lakukan terhadap Ibu Prita. Itu karena akan jadi bumerang bagi Citibank, sebagaimana itu sekarang menjadi bumerang bagi RS Omni.

Kasus Prita bagi saya adalah sebuah pelajaran berharga bagi kita yang selalu setiap hari ingin membangun sikap kritis sebagai konsumen. Jika kita akan membeli jasa atau barang apa pun, sebaiknya kita melakukan sedikit riset kecil terlebih dahulu. Internet dan MediaKonsumen telah mempermudah kita melakukan riset kecil itu. Meski kadang hasil riset yang kita lakukan tidak memenuhi harapan. Sebagai contoh adalah ketika saya sedang mencari layanan Mobile Internet yang paling baik. Ternyata saya menemukan di MediaKonsumen atau melalui googling semua produk Mobile Internet selalu ada keluhannya. Bahkan yang mahal sekali pun, seperti Telkomsel Flash tidak mau (tidak bisa) menjawab pertanyaan dan keluhan saya di nomor telpon yang disediakan, di alamat e-mail yang disediakan dan termasuk di MediaKonsumen ini.

Saya berharap Kasus Prita akan membuat kita semakin rajin menulis di MediaKonsumen ini atau di media mana pun untuk menunjukkan bahwa konsumen memiliki hak untuk berpendapat atau bahkan membentuk opini terhadap sebuah perusahaan, produk atau jasa. Sehingga tidak akan ada lagi perusahaan arogan seperti RS Omni yang terlalu percaya diri telah memiliki polisi atau jaksa-jaksa konyol yang akan membela mereka hingga ke liang kubur ketika seorang Prita Mulyasari menulis di sebuah mailing list.

Ini bukan jaman Suharto lagi, ini jaman Teknologi Informasi, bung!

Jojo Rahardjo