Saya politikus? Ha..ha..ha.. saya lebih suka disebut sastrawan mbeling yang memotret situasi di sekitar saya dalam bentuk tulisan....
Welcome to my blog, anyway!

Search This Blog

Friday, December 08, 2006

ANCAMAN BANJIR; BELAJAR LAH HINGGA KE NEGERI SETAN BESAR

Amerika selama ini dikenal sebagai anjing najis, setan besar, super power, atau bangsa arogan. Namun itu karena yang menyebutnya bukan orang Amerika dan tidak dapat membayangkan hidup di Amerika sebagai orang Amerika. Bagi saya, di Amerika banyak orang-orang yang berperilaku lebih muslim dari saya yang lahir sebagai muslim.

Bangsa Amerika dapat mencapai kehidupan yang seperti mereka nikmati sekarang ini bukan tanpa upaya keras seperti yang belum dilakukan di Indonesia. Dulu, kebejatan seperti di Indonesia juga merajalela di Amerika. Ada bajingan seperti Al Capone yang sulit dipenjara karena rajin menyuap pejabat pemerintah dan polisi. Sekarang bukannya tidak ada kasus seperti itu di Amerika, tetapi kontrol terus dilakukan terhadap pejabat pemerintah sehingga peluang untuk munculnya kasus itu semakin diperkecil.

Indonesia lebih bejat dari Amerika. Misalnya, minuman beralkohol tidak dapat dibeli serampangan di Amerika oleh remaja di bawah 18 tahun, sementara di Indonesia di samping bangunan sekolah ada penjual minuman beralkohol yang tidak kunjung mendekam di penjara untuk waktu yang lama. Orang banyak beranggapan di Amerika, sex adalah kegiatan yang bebas dilakukan, padahal pelacuran di Amerika dilarang dan tidak ada lokalisasi, sementara di Indonesia yang dipimpin orang-orang muslim menyediakan lokalisasi untuk rakyatnya yang mau melacur dan dilacuri.

Di Amerika anda bisa bermimpi dan dream come true. Erin Brokovich, wanita muda beranak 3 yang cuma lulusan SMA bermimpi mengganjar perusahaan energi raksasa di seluruh Amerika yang telah meracuni warga sebuah wilayah di sebuah kota kecil. Mimpi rakyat kecil Erin Brokovich ternyata bisa dicapai, tuntutan ganti ruginya, mewakili warga yang diracuni itu, menjadi ganti rugi terbesar dalam sejarah Amerika.

Ada beberapa kisah kepahlawanan di Amerika yang membuat kita bertanya apakah kita sesama muslim masih saling bersaudara jika kita tidak memiliki kegiatan-kegiatan yang menunjukkan bahwa kita bersaudara. Kita menunjukkan persaudaraan hanya jika sebuah kelompok muslim “dihantam” oleh kelompok bukan muslim. Sungguh menyedihkan!

Saya, beberapa tahun lalu menyaksikan sebuah film lepas di sebuah tv swasta tentang sebuah kota kecil di negeri setan besar yang warganya berlatih bertahun-tahun lamanya tanpa lelah dan bosan untuk menghadapi sebuah bencana yang tidak pernah diketahui besar dan macamnya, bahkan tidak terjadi (secepat yang mereka sangka).

Awalnya adalah, belasan warga kota itu yang menghabiskan akhir pekannya secara lebih bermanfaat, yaitu dengan berlatih menggunakan tali-temali, alat-alat pemadam kebakaran, P3K, alat komunikasi untuk menghadapi sebuah situasi darurat. Meski tidak pernah ada bencana besar selain mencari hewan peliharaan dan anak hilang karena tersesat, mereka terus berlatih tanpa bosan dan lelah, bahkan anggota kelompok itu semakin berpuluh-puluh jumlahnya.

Tahun-tahun berlalu tanpa sebuah bencana pun, namun mereka terus berlatih tanpa bosan hingga lebih dari 15 tahun. Kelompok sukarelawan ini kemudian memiliki kantor besar dan peralatan lengkap berkat dukungan seluruh warga kota serta para pemimpinnya (yang mereka pilih dan seleksi sendiri dengan hati-hati, tidak seperti di Indonesia yang memilih anjing buduk, di masa lalu, sebagai pemimpinnya).

Tiba-tiba pada suatu hari, bencana itu datang juga, meski bencana itu bukan untuk warga kota itu, karena bencana itu adalah jatuhnya sebuah pesawat penumpang berjumlah ratusan orang di sebuah tempat yang tak berpenduduk. Namun, berkat latihan bertahun-tahun dan peralatan lengkap, mereka berhasil menyelamatkan sebagian besar penumpang pesawat. Jika tidak maka nasib para penumpangnya akan seperti penumpang Lions Air, tewas karena tak sempat tertolong.

Perjuangan bertahun-tahun warga kota itu berlatih menghadapi bencana membuat kagum banyak orang. Pemerintah federal memberikan penghargaan tertinggi dan menjadikan kota itu sebagai kota contoh terbaik dalam menghadapi bencana. Sayang, nama kota itu saya tidak ingat.

Warga Jakarta, terutama di sekitar aliran Sungai Ciliwung, boleh meniru apa yang dilakukan warga kota itu. Dana untuk latihan dan peralatannya, tentu saja, tinggal minta kepada Pemda DKI, dan harus ada!

Sekarang, bencana banjir di Jakarta sedang mengancam. Apa yang pantas disiapkan oleh warga Jakarta tanpa atau dengan dukungan Gubernur Jakarta?

1. Penampungan korban banjir dengan mendirikan tenda-tenda atau ditempatkan di gedung-gedung yang bisa digunakan.
2. Makanan sehat dari dapur-dapur umum
3. Sanitasi agar tidak menimbulkan masalah baru.
4. Obat-obatan
5. Pakaian

Warga Jakarta sebaiknya jangan berpikir Gubernur cukup punya rasa persaudaraan sesama muslim untuk menyediakan 5 kebutuhan di atas itu. SBY juga sudah terbukti gagal beberapa kali di setiap bencana alam yang terjadi dalam menghimpun seluruh kekuatan bangsa. Jika ia memang memiliki sense of crisis, pasti sense itu belum turun ke bawah, misalnya ke Gubernur gila, Sutiyoso, apalagi ke para walikota dan lurahnya.

Kasus sampah di Bojong sudah cukup menggambarkan betapa gilanya Sutiyoso itu. Ketika negara-negara lain amat serius menangani masalah sampahnya, Sutiyoso cukup melemparkannya ke Bojong.

No comments: