Saya politikus? Ha..ha..ha.. saya lebih suka disebut sastrawan mbeling yang memotret situasi di sekitar saya dalam bentuk tulisan....
Welcome to my blog, anyway!

Search This Blog

Tuesday, May 22, 2007

TEROWONGAN AIR SENILAI 16,3 TRILIUN UNTUK MENGATASI BANJIR DI JAKARTA


Media Konsumen 22 Mei 2007
http://www.mediakonsumen.com/Artikel527.html

Awal Maret 2007 lalu, Ketua Badan Regulator PAM DKI , Achmad Lanti mempresentasikan kepada Pemprov DKI Jakarta sebuah konsep mengatasi banjir di Jakarta dengan membangun sebuah terowongan air besar dan reservoir atau juga disebut Deep Tunnel Sewerage System (DTSS). Terowongan dan reservoir ini mampu menampung 30 juta kubik air atau akan sanggup menampung limpahan air banjir selama 18 jam.. Konsep ini dilemparkan agar menjadi wacana. Kemarin 21 Mei 2007, Ahcmad Lanti kembali memaparkan konsep ini di Balaikota Jakarta.

Achmad Lanti, memaparkan bila proses pembangunan dimulai pada 2008 maka dalam tujuh tahun proyek berbiaya Rp 16,3 triliun itu dapat diselesaikan sesuai harapan.... Proyek pembangunan terowongan multifungsi bawah tanah yang mampu digunakan untuk sejumlah keperluan perkotaan di Jakarta diharapkan dapat selesai pada 2014 dan menjadi salah satu infrastruktur pengendali banjir di ibukota. Terowongan bawah tanah tersebut, masih menurutnya, memiliki tiga fungsi yaitu dapat digunakan sebagai jaringan transportasi yaitu sebagai jalan tol bagi kendaraan, tempat pengolahan limbah dan saluran jaringan utilitas seperti kabel telepon dan listrik. (http://www.kompas.com/ver1/metropolitan/0705/21/194548.htm).

Konsep mengatasi banjir di Jakarta ini nampaknya berangkat dari pemikiran bahwa banjir di Jakarta disebabkan oleh banjir kiriman melalui Ciliwung. Itu sebabnya terowongan air ini akan dimulai dari jalan MT Haryono (jembatan Kali Ciliwung) mengikuti sungai Ciliwung hingga Kanal Banjir Barat sepanjang 22 km.

Terowongan air ini rupanya juga menjadi bagian dari kebijakan untuk mengatasi banjir yang selalu menimpa Jakarta setiap tahun, seperti antara lain pembangunan dan pengelolaan Banjir Kanal Barat (BKB) dan Timur (BKT). Melakukan normalisasi kali Ciliwung, Cipinang dan lainnya, termasuk resettlement penduduk di bantaran kali, pengerukan sungai, pelebaran badan sungai. Pembuatan terowongan (sodetan) Kali Ciliwung – Cisadane. Menuntaskan kebijaksanaan penyimpanan air di wilayah Depok dan Bogor, Puncak dan Cianjur, misalnya dengan membangun situ-situ. Melakukan koordinasi dengan beberapa pemda lain dan perguruan tinggi untuk memperbaiki daerah-daerah resapan air. Termasuk perencanaan serta pelaksanaan pembangunan regional untuk menegakkan kebijaksanaan Tata Ruang Wilayah Jabodetabek seputar Ruang Terbuka Hijau (RTH), daerah resapan air, Waduk-waduk serta sistem drainase dalam kota.

Semua kebijakan mengenai banjir itu sudah bertahun-tahun dicanangkan dan “untungnya” sudah diuji pada 2 Februari 2007 lalu. Hasilnya amat mengejutkan semua orang. Karena banjir dari tahun ke tahun ternyata menjadi bertambah parah. Beberapa wilayah yang sebelumnya tidak pernah terjadi selama puluhan tahun terakhir, “terbukti” mendapat “keanggotaan” wilayah banjir. Bahkan meski masa banjir besar sudah lewat, kini hujan lebat kurang dari 1 jam saja sudah bisa menyerbu beberapa wilayah di Jabodetabek akhir-akhir ini.

Rencana besar Terowongan air dan BKB dan BKT saya kira tidak akan “menyentuh” banyak wilayah banjir di Jabodetabek. Sebagai contoh wilayah banjir yang bakal terabaikan adalah wilayah di mana saya tinggal – bintara - yang tentu saja ada banyak lagi wilayah seperti ini. Wilayah saya ini berada di perbatasan Jakarta dan Bekasi. Sebuah wilayah yang memerlukan kordinasi 2 pemerintahan daerah untuk bisa mengatasi banjir. Di sebelah Utara adalah Cakung, di sebelah barat ada Pondok Kopi dan Klender, di sebelah Timur adalah Kranji, Bekasi, dan di sebelah Selatan adalah Kalimalang. Wilayah ini tidak pernah tercatat mengalami banjir selama puluhan tahun terakhir. Sebelumnya memang belum ada bangunan (perumahan) dan jalan-jalan raya di bangun di wilayah ini. Perumahan di wilayah ini adalah Duta Kranji, Mas Naga, Griya Bintara Indah, Bintara Loka Indah, Pondok Cipta, Prima Bintara, Harapan Indah Regency dan lain-lain.

Mengapa wilayah ini sekarang menjadi wilayah banjir? Tentu saja ini disebabkan oleh tidak adanya pengaturan saluran air dan resapan air yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah setempat ketika sebuah rencana pembangunan wilayah dan perumahan diajukan. Sebagai contoh, di wilayah ini dulu ada situ yang sekarang ditimbun untuk menjadi perumahan, pertokoan dan jalan raya. Entah baboon mana yang memberi izin untuk mengubur situ itu. Bahkan di tengah ancaman banjir yang akan melanda setiap tahun di wilayah ini, Bekas situ yang sudah dikubur itu akan segera dibangun pertokoan atau mal pada tahun ini juga. Luar biasa....

Saya bukan ahli tata kota dan begitu juga warga lainnya di wilayah saya, tapi saya bisa merasakan besarnya biaya yang harus dikeluarkan agar Banjir Kanal Barat dan Timur bisa berfungsi. Biaya akan membengkak karena harus ditambahkan untuk membangun kembali saluran-saluran air (dari wilayah yang jauh) untuk menuju ke Banjir Kanal Barat dan Timur. Padahal Banjir Kanal Barat dan Timur pun dikritik oleh beberapa ahli lingkungan karena tidak ramah lingkungan di bandingkan dengan membuat sumur resapan di tiap-tiap wilayah (terutama perumahan). Biayanya akan jauh lebih kecil sebagaimana yang saya baca atau saya lihat pemaparannya oleh ahli lingkungan hidup di media cetak dan elektronik.

Meski konsep Terowongan Air untuk mengatasi banjir Ciliwung bagus, tetapi saya berharap, untuk wilayah lain yang bukan dalam daerah aliran Ciliwung agar menggunakan konsep mengatasi banjir yang lebih praktis dan ramah lingkungan seperti sumur resapan tersebut di atas. Kita tentu harus berhati-hati dengan tiap sen uang rakyat yang dikeluarkan. Mengingat dananya yang amat besar, 16,3 trilyun, dan menjelang pemilu 2009, sebaiknya dipertimbangkan kembali agar dananya tidak dijadikan target untuk digerogoti tikus-tikus wakil rakyat dan pejabat pemerintah, apalagi yang mau mencalon diri pada pemilu mendatang.

Pada situasi negeri kita yang seperti ini, lagi-lagi, kita butuh pemimpin yang bisa memberikan solusi yang terbaik, bukan solusi yang mengandalkan uang yang besar. Dengan uang, tentu apa pun bisa dibikin dan oleh siapa saja, termasuk anak-anak....

Jojo Rahardjo

No comments: